Khamis, 4 Julai 2013

Abu Al-Fida (Sejarawan Islam Dari Dinasti Mamluk)


SMAHADZIR

DEDIKASI dan pengabdian ilmuan Islam yang bernama Abu Al-Fida ini telah diakui oleh peradaban Barat. Tidak hairanlah jika namanya diabadikan di sebuah kawah bulan, yakni Abulfeda. ‘Manusia yang sungguh luar biasa,’ begitu kata penulis Barat bernama de Vaux memuji sejarawan dan pakar geografi Islam di abad ke 13 itu. Nama penuh beliau ialah Abu Al-Fida Ismail Ibnu Ali bin Mahmud Al-Malik Al-Mu’ayyad Imad Ad-din. Beliau adalah seorang pakar sejarah keturunan Kurdi yang sangat tersohor. Abu Al-Fida dilahirkan di kota Damaskus, Suriah pada November 1273 Masehi. Ayahnya, Malik ul-Afdha, adalah saudara raja Hamah.

Abu Al-Fida merupakan keturunan Ayyub, ayah seorang panglima hebat pada masa Perang Salib yakni Salahuddin Al-Ayyubi. Abu Al-Fida dilahirkan di dalam keadaan politik dan keselamatan yang tidak menentu, menyusul serangan bangsa Mongol ke atas kota-kota Islam. Sewaktu lahir, ayahnya telah diusir dari kerajaan Hama oleh para penyerang dari Mongol yang melakukan invansi kedua pada 1259 di bawah komando Hulagu Kan. Invasi pertama Mongol terjadi pada 1219-1222 yang dipimpin oleh Jenghis Khan.

Meski tumbuh dalam situasi politik dan keselamatan yang tidak menentu, semangat Abu Al-Fida untuk belajar tidak pernah surut. Pada masa kanak-kanaknya, beliau menghabiskan hampir seluruh waktu bermainnya untuk mempelajari Al-Quran, hadis dan ilmu pengetahuan umum. Mengenangkan keadaan keselamatan yang tidak menentu, setelah remaja, Abu Al-Fida terjun dalam bidang tentera. Beliau turut angkat senjata membela agama Allah s.w.t sewaktu melawan Tentera Perang Salib dari Roma. 

Setelah menerima pendidikan, pada usia 12 tahun, dia sudah berani berjuang melawan tentera Salib bersama ayahnya Penguasa Dinasti Mamluk. Dia juga tercatat ikut berjuang mengambilalih benteng Tentera Salib dari Kesatria Markab Hospitaler. Ketika menginjak usia 16 tahun, Abu Al-Fida masih berjuang bersama ayahnya dan sepupunya untuk merebut Tripoli dari Tentera Salib. Setelah berjuang merebut Tripoli, dia berjuang pula melawan Tentera Salib dengan pasukan muslim lainnya untuk menakluk Kastil Roum yang penting bagi mengendalikan kekuasaan di wilayah Sungai Eufrat. Beberapa tahun kemudian, dia berada di bawah perintah Sultan Mamluk Ladjyn berperang melawan orang-orang Kristian di Armenia.

Abu Al-Fida juga pernah menceritakan kehebatan kisah Sultan Ladjyn yang berasal dari Jerman dan asal-usulnya sebagai keturunan dari Ordo Kesatria Teutonik. Sultan Ladjyn berjuang melawan kaum Kristian di Itali dan melawan orang-orang kafir, kemudian dia datang ke Syria untuk melawan kaum Muslimin, lalu terpesona oleh keagungan agama Islam dan akhirnya masuk Islam. Selepas itu, dia bergabung dengan Dinasti Mamluk, dan dinaikkan pangkat sehingga akhirnya dia menjadi seorang Sultan dan menjadi rakan Abu Al-Fida sendiri.

Pada tahun 1309, Abu Al-Fida berjuang di Armenia melawan pasukan gabungan Mongol-Armenia sewaktu dia baru saja kembali dari perjalanan ziarah ke Mekkah. Lalu pada tahun 1316 dia berada di Kaherah dan dilantik sebagai leftenan untuk Sultan. Dua tahun kemudian dia diangkat menjadi Raja Hama, dengan demikian dia telah berjuang memulihkan kebesaran nama nenek moyangnya. Abu Al-Fida juga meriwayatkan kembali kota para leluhurnya supaya dikenang kebesarannya sepanjang masa.

Abu Al-Fida kemudian kembali semula ke Mekkah pada tahun 1321, lalu dia pergi melakukan kempen tentera sekali lagi untuk berperang di wilayah Asia Kecil. Sewaktu berada di tengah-tengah kempen tentera ini, Abu Al-Fida menggunakan sedikit waktunya yang tersisa untuk menulis. Pada tahun 1323, dia kembali ke Hama dan menulis karya geografi. Dia juga banyak menggunakan waktunya untuk berdiskusi dan belajar, bahkan dia juga sempat melakukan perniagaan. Abu Al-Fida hidup secara luar biasa. Seluruh hidupnya dari masa kanak-kanak hanyalah serangkaian kempen tentera, selain itu dia menunaikan fardu haji ke Mekah sebanyak tiga kali, mencurahkan banyak waktu untuk mananam modal, memberikan perlindungan kepada para pelajar serta menulis.

Pada tahun 1285, Abu Al-Fida ikut dalam pertempuran melawan kubu Knights of St John, dan dia juga ikut melakukan pengepungan di wilayah Tripoli, Acre dan Qal’at ar-Rum. Pada tahun 1298 dia bekerja melayani Sultan Mamluk Malik Al-Nasir dan setelah mengabdi selama dua belas tahun kepada Sultan Mamluk tersebut, dia dilantik menjadi Gabenor Hama. Pada tahun 1312 dia menjadi raja dengan gelaran Malik Us Salhn dan pada tahun 1320 dia menerima pangkat secara turun-temurun dengan gelaran Sultan Malik ul-Mu’ayyad.

Selama lebih dari dua puluh tahun lamanya Abu Al-Fida memerintah dalam suasana yang penuh ketenangan dan keindahan. Dia mengabdikan dirinya untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah dan mencipta berbagai macam karya yang membuatnya menjadi termasyhur. Dia juga jenis orang yang suka sekali berkirim surat. Sehingga banyak sekali surat yang datang untuknya. Abu Al-Fida meninggal dunia di puncak kemuliaan dan kekuasaannya di Hama pada tahun 1331.

Meskipun Abu Al-Fida sangat tertarik dengan ilmu sejarah dan geografi, dia juga aktif mempelajari dengan baik berbagai bidang ilmu lainnya seperti botani dan Materia Mediaca. Dia juga menulis sebuah karya dalam banyak jilid tentang ubat-ubatan yang berjudul Kunash, dan dia juga menulis sebuah buku tentang keseimbangan.

Karya Abu Al-Fida

Salah sebuah karya fenomenal Abu Al-Fida adalah bukunya yang berjudul The Concise History of Humanity (Ringkasan Sejarah Manusia) atau dalam bahasa Arabnya Tarikhu ‘l-Mukhtasar fi Akhbari’ l-Bashar yang dia tulis pada tahun 1315, lalu dia teruskan penulisan buku tersebut pada tahun 1329. Buku ini selain memuatkan tentang penciptaan dunia, juga memuatkan tentang sejarah universal, sejarah pra-Islam dan sejarah Islam pada tahun 1329. Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Perancis dan Inggeris.

Abu Al-Fida sendiri dalam mencipta karya-karyanya berasaskan kepada sumber-sumber kepercayaannya juga pengalaman sendiri sebagai seorang pejuang yang menyaksikan berbagai peristiwa penting dan bersejarah. Dia juga mendapat banyak pengaruh dari sejarawan besar di Mosul iaitu Ibn Al-Atsir. The Concise History of Humanity merupakan sebuah karya penting. Beberapa orang pakar sejarah yang meneruskan karya Abu Al-Fida antara lain ialah Ibn Al-Wardi pada tahun 1348, Ibn Al-Shihna Al-Halabi pada tahun 1403.

Karya-karya Abu Al-Fida dihargai oleh para orientalis Barat. Bahkan banyak dari karyanya diterbitkan di Barat, John Cagnier (1670-1740) pernah menerbitkan karya Abu Al-Fida, begitu juga Reiske. Sehingga karya sejarah Islam banyak dikenali di dunia Barat. Seperti banyak karya sejarah sebelumnya, termasuk karya-karya Ptolemeus dan Muhammad Al-Idrisi, The Concise History of Humanity memiliki sebuah pengantar panjang tentang berbagai macam masalah geografi yang isinya tentang kota-kota utama di dunia. Dalam buku tersebut juga terdapat garis bujur, lintang dan iklim. Buku tersebut mulai diterbit dan diterjemahkan pada awal tahun 1650 di Eropah.


Dalam bukunya dia juga menegaskan bahawa tiga perempat permukaan bumi ditutup dengan air. Beberapa wilayah yang diceritakan dalam buku tersebut antara lain ialah Arab, Mesir, Maghrib, Afrika, Sepanyol, Pulau-pulau di Mediteranian dan Atlantik, bahagian utara Eropah dan Asia, Suriah, Jazirah, Iraq, Khuzistan atau Ahwaz, Fars, Kirman, Sijistan, Sind, India, China, pulau-pulau di timur, Rum (Asia Kecil) dan Armenia. Buku tersebut juga berisi tentang negara termasuk sempadan-sempadannya, keanehan fizikal, kehidupan politik, divisi etnik, sopan santun, adat istiadat, monumen, jalan-jalan utama, kota-kota utama, sumber informasi, bujur, lintang, iklim, ortografi, deskripsi singkat. Abu Al-Fida berusaha keras untuk menetapkan ortografi dan orthophony dari nama-nama tempat. Salah satu aspek yang paling penting dalam karya Abu Al-Fida adalah pemerhatian bentuk bola bumi. 

Tiada ulasan:

Catat Ulasan

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ASMAUL HUSNA