SMAHADZIR
SENI membuat gelas merupakan
salah satu pencapaian yang pernah dicatatkan peradaban Islam di era keemasan.
Jauh sebelum Islam ada, industri gelas telah dikembangkan peradaban Mesir,
Mesopotamia dan Suriah. Namun, pada era kejayaan Islam, industri gelas tumbuh
pesat di sejumlah kota Islam.
Menurut Ahmad Y Al-Hassan dan
Donald R Hill dalam buku yang berjudul Islamic Technology: An Illustrated
History, pada era kekhalifahan, industri gelas tidak hanya tumbuh subur di
sentra-sentra penghasilan peninggalan peradaban lama. Sentra industri gelas
juga bermunculan di sejumlah kota Islam lainnya.
‘Penemuan gelas peninggalan
Islam yang kini tersebar di berbagai Museum di dunia mencerminkan karakter
gelas yang unik dari tiap pusat pembuatan,’ ujar Al-Hassan dan Hill. Salah satu
gelas berkualiti tinggi yang sangat masyhur pada abad ke 9 Masehi dibuat di
kota Samarra – sekarang Iraq. Namun, ujar Al-Hassan, Samarra bukanlah
satu-satunya kota penghasil gelas berkualiti tinggi di wilayah Iraq. Di kawasan
itu juga terdapat pusat penghasilan gelas terkemuka seperti Mosul, Najat dan
Baghdad. ‘Di Suriah, gelas dari Damaskus terkenal sepanjang sejarah Islam,
meski terdapat pusat-pusat lain di Aleppo, Raqqa, Armanaz, Tyre, Sidon, Acre,
Hebron dan Rasafa,’ ungkap Al-Hassan.
Di kawasan Mesir juga
bermunculan kilang gelas, seperti di Iskandariah dan Kaherah. Wilayah lainnya
yang dikuasai Islam yang terkenal sebagai pengeluar gelas adalah Parsi,
Sepanyol dan Afrika. Menurut Al-Hassan, gelas buatan Suriah tetap menjadi
primadona, sehingga berkembangnya industri gelas di Venesia pada abad ke 13
Masehi. Berkembangnya industri gelas di dunia Barat tidak lepas dari pengaruh
dari dunia Islam. Menurut Al-Hassan dan Hill, peradaban Barat melakukan
pemindahan teknologi pembuatan gelas dari dunia Islam. Pada abad ke 11 Masehi,
para pembuat gelas asal Mesir sempat mendirikan kilang gelas di Corinth,
Yunani.
Pakar teknologi pembuatan gelas
dari dunia Islam ke Barat juga terjadi pada abad ke 13 Masehi, ketika penjajah
Mongol membawa begitu banyak pembuat gelas dari Damaskus dan Aleppo untuk
bekerja di pusat pembuatan gelas di Barat. ‘Pemindahan teknologi juga terjadi
paska-Perang Salib,’ ujar Al-Hassan dan Hill.
Pembuatan gelas akhirnya
dikuasai Venesia pada abad ke 13 Masehi, setelah disepakati perjanjian pengalihan
teknologi yang disusun Bohemond VII, dari Antioch dan Doge of Venice, pada Jun
1277 Masehi. ‘Melalui perjanjian itu, rahsia pembuatan gelas dibawa ke Venesia,
bahan baku dan pembuat diimport dari Suriah.’ Setelah menguasai teknologi
pembuatan gelas, Venesia berupaya menjaga rahsia teknologi itu dengan ketat.
Venesia melakukan monopoli pembuatan gelas di Eropah. Baru pada abad ke 17
Masehi, teknologi pembuatan gelas diketahui Perancis. Fakta itu membuktikan
bahawa jauh sebelum Barat menguasai teknologi pembuatan gelas, peradaban Islam
telah lebih dulu menggenggamnya.
Seakan ingin menutupi kejayaan
yang pernah dicapai umat Islam, para pakar gelas di Barat selalu menonjolkan
kemewahan seni pembuatan gelas di Eropah. Padahal, teknologi dan teknik pembuatan
kaca atau gelas yang dikuasai Barat, waktu ini, merupakan hasil pemindahan
pengetahuan dan teknologi dari dunia Islam. ‘Apa yang dilakukan para pakar kaca
atau gelas Barat sungguh tidak adil, kerana menyembunyikan nilai-nilai seni
gelas Islami serta menihilkan pencapaian yang sesunguhnya,’ cetus Norman A
Rubin dalam tulisannya berjudul Islamic Glass Treasure: The Art of
Glassmaking in the Islamic World.
Berbicara mengenai sejarah seni
pembuatan kaca, prestasi gemilang yang telah ditorehkan dunia Islam tidak boleh
dilupakan. Para seniman Islam telah memberi sumbangan yang begitu besar dalam
pembuatan gelas. Menurut Rubin, para seniman Islam itu telah mencipta bentuk
dan pola baru dalam teknik pembuatan kaca atau gelas. ‘Para seniman Islam telah
melahirkan roh serta semangat artistik baru dan pendekatan seni Islam,’ ungkap
Rubin. Stefano Carboni dan Qamar Adamjee dari The Metropolitan Museum of Art
dalam tulisan berjudul Glass from Islamic Lands memaparkan, dari abad ke
7 hingga 14 Masehi, penghasilan gelas didominasi oleh negeri-negeri Islam.
Tidak hanya itu, inovasi serta
teknologi yang digunakan untuk menghasilkan gelas atau kaca di era kekhalifahan
begitu tinggi. ‘Inilah fasa yang gemilang dalam seni pembuatan gelas serta
kaca,’ ujar Stefano dan Qamar Adamjee. Teknik serta teknologi pembuatan gelas
yang diciptakan peradaban Islam dapat dipelajari dengan lebih baik berasaskan
teknik manipulasinya. Beragam teknik pembuatan gelas di dunia Islam yang mudah
dipelajari itu begitu berpengaruh terhadap dunia Barat. Pada abad ke 17 Masehi,
peradaban Barat menyerap beragam teknik pembuatan gelas itu dari peradaban
Islam. Sayangnya, setelah menguasai teknik dan teknologi pembuatan kaca atau
gelas, peradaban Barat lalu berupaya menyembunyikan pencapaian yang dicipta
umat Islam.
Sejarah mencatatkan, sejak abad
ke 9 Masehi, seni pembuatan kaca di dunia Islam sudah menemui bentuknya dan
mulai berani tampil berbeza. Laiknya pembuatan seramik, dekorasi arkitektur dan
barang-barang dari kayu, seni pembuatan gelas pada era kekuasaan Dinasti
Abbasiyah mulai menampakkan rasa serta nilai-nilai seni Islam. Meski proses
imitasi dari gelas Romawi masih berlangsung, namun para seniman Islam mulai
mengembangkan pembuatan kaca serta gelas dengan corak dan gaya artistik yang
khas, yakni menonjolkan nilai-nilai keislaman. Elif Gokcidge dalam tulisannya
yang berjudul Fragile Beauty Islamic Glass, ciri khas teknik utama
pembuatan gelas atau kaca pada period itu adalah kaca dekorasi relief-cut
dengan teknik cold-cut.
Para seniman Islam cuba
menampilkan efek cameo (batu berharga yang latar belakangnya berwarna
lain). Selain itu, gelas yang dibuat juga sudah memiliki dua lapis warna
berbeza. Corning Ewer merupakan salah satu gelas cameo yang sangat indah
yang diciptakan para seniman Islam. Memasuki abad ke 11 Masehi, barang pecah
belah yang berwarna-warni serta dilapisi hiasan mulai menjadi trend di
dunia Islam. Hiasan dalam gelas pada era itu tidak hanya dicetak namun juga
sudah dipahat. Motif bunga-bunga serta gambar haiwan dan manusia menjadi ciri
khas hiasan pada kaca atau gelas di abad itu.
Salah satu pencapaian yang
terpenting dalam sejarah pembuatan kaca atau gelas di dunia Islam terjadi pada
abad ke 13 Masehi. Kala itu, secara mengejutkan para seniman pembuat gelas di
Mesir dan Suriah sudah mempu membuat kaca atau dengan dilapisi warna-warna polychrome
untuk pertama kalinya.
Pada abad ke 14 Masehi, terjadi
perubahan pada cita rasa artistik kaca atau gelas Islam. Pola serta corak
bunga-bunga dan geometrinya lebih menonjol. Hal itu sangat tampak dari beragam
perabotan pecah-belah yang dihasilkan pada era kekuasaan Dinasti Mamluk yang
berkuasa di wilayah Mesir dan Suriah. Citarasa artistik gelas serta kaca yang
lebih menonjolkan corak flora dan geometri itu tampak pada lampu gantung, vas
bunga, serta botol-botol yang dihasilkan waktu itu.
Abbas Ibnu
Firnas (810-887)
Nama lengkapnya adalah Abbas
Qasim Ibnu Firnas. Orang Barat biasa memanggilnya dengan sebutan Armen Firman.
Hakikatnya, dia begitu populer sebagai perintis dalam dunia penerbangan. Ilmuan
yang dilahirkan di Ronda, Sepanyol pada tahun 810 Masehi itu dikenali sebagai
ahli dalam bidang kimia dan memiliki karakter yang humanis, kreatif, dan kerap
menciptakan barang- barang berteknologi baru waktu itu.
Salah satu penemuannya yang
terbilang amat penting adalah pembuatan kaca silika serta kaca murni tidak
berwarna. Ibnu Firnas juga dikenali sebagai ilmuan pertama yang menghasilkan
kaca dari pasir dan batu-batuan. Kejernihan kaca atau gelas yang diciptakannya
itu mengundang decak kagum penyair Arab, Al-Buhturi (820-897). Described the
clarity of such glass, ‘Its colour hides the glass as if it is standing in it
without a container.’
Sarjana Islam yang hobi bermain
muzik dan berpuisi itu hidup sewaktu pemerintahan Khalifah Umayyah di
Andalusia. Pada tahun 852, di bawah pemerintahan khalifah baru, Abdul Rahman
II, Ibnu Firnas membuat pengumuman yang menghebohkan warga Cordoba waktu itu
dia melakukan ujicuba terbang dari menara Masjid Mezquita dengan menggunakan
‘sayap’ yang dipasangkan di tubuhnya.
Jabir Ibnu
Hayyan
Tidak kurang dari 200 buku
berjaya dituliskannya. Sebanyak 80 buku yang ditulisnya itu mengkaji dan
mengupas selok-belok ilmu kimia. Atas prestasinya itu, ilmuan kebanggaan umat
Islam yang bernama lengkap Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan itu dicatatkan sebagai
pengasas kimia moden. Ilmuan yang dilahirkan di Tus, Khurasan, Iran pada 721
Masehi itu juga turut bersumbangan mengembangkan kaca atau gelas. Pada abad ke
8 Masehi, pakar kimia itu secara mengejutkan telah menjelaskan tidak kurang
dari 58 resepi asli untuk menghasilkan gelas atau kaca berwarna. Rumusan
pembuatan kaca berwarna itu dituliskannya dalam dua buku yang dituliskannya
selama hidup.
Dalam buku Al-Durra
Al-Maknuna atau The Book of the Hidden Pearl, dia mengupas sebanyak
46 rumusan atau formula untuk menghasilkan kaca atau gelas dari sudut pandang
kimia. Sebanyak 12 resepi atau rumusan pembuatan kaca atau gelas lainnya
dipaparkan Ibnu Hayyan dalam buku Al-Marrakishi.
Ibnu Sahl
Nama lengkapnya dalah Abu Sa’d
Al-’Ala’ ibnu Sahl (940-1000). Dia adalah pakar matematik Islam sekaligus
jurutera yang mengkaji kajian tentang optik. Dia mendedikasikan dirinya di
istana kekhalifahan di Baghdad. Sekitar tahun 984, dia menulis risalah berjudul
On Burning Instrument. Dialah ilmuan yang pertama kali menjelaskan
tentang cermin parabola. Atas sumbangannya itu, dunia Islam tercatat sebagai
yang pertama mencipta kaca cermin yang jelas.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan