ANTOLOGI SAJAK - DI PANTAI PERTEMUAN

Musafir

Aku musafir yang mencari kebenaran,
aku seorang manusia,
yang mencari erti kemanusiaan di antara manusia,
aku seorang warganegara,
yang mencari negerinya;
negeri kemuliaan,
negeri kebebasan,
negeri kestabilan
dan kehidupan yang baik,
dalam naungan islam yang hanif.

SMAHADZIR
Cameron Highland, Pahang
September 2008


Saudara

Saudara,
seandainya kau tangisi kematianku,
dan kau siram pusaraku dengan airmatamu,
maka di atas tulang-tulangku,
yang hancur luluh,
nyalakan obor buat umat ini,
dan teruskan perjalanan ke gerbang jaya.

Saudara,
kematianaku adalah suatu perjalanan,
mendapatkan kekasih yang sedang merindu,
taman-taman di syurga,
Tuhanku bangga menerimaku,
burung-burung berkicau riang menyambutku,
bahagialah hidupku di alam abadi.

Saudara,
puaka kegelapan pasti akan hancur,
dan alam ini akan disinari fajar lagi,
biarlah rohaku terbang mendapatkan rindu-Nya,
janganlah gentar berkelana di alam abadi,
nun di sana fajar sedang memancar.

SMAHADZIR
Kuala Lumpur
Oktober 2008


Penyair

Penyair yang pergi mungkin kembali,
mungkin tidak,
irama seruling mungkin bertiup lagi dari Hajaz,
mungkin tidak,
usia si fakir telah sampai
ke batasnya yang terakhir,
pujangga lain mungkin datang,
mungkin tidak.

SMAHADZIR
Subang Jaya, Selangor
November 2008


Selain-Mu

Berat, kosong, jiwa resah, hati gelisah,
sendiri; walau bukan sendiri,
hati masih meronta,
jiwa masih merintih,
apakah perlu lagi,
selain dari-Mu kekasih?

Dalam lorong gelap Kau beri sinar,
dalam malam suram,
Kau hadirkan rembulan,
tapi mengapa aku masih perlukan bintang?

Dadaku sempit, isinya sedikit,
tabahnya bagai emping rapuh,
ditolak, diagah, jatuh,
apa tidak cukupkah kasih yang satu?
diri masih mencari,
masih mahu berlari,
dalam tatih, dalam rangkak,
sujud yang tidak punya nilai,
apa lagi perlu aku,
sedang Kau ada di situ?

Jadi burung yang punya sayap,
tapi masih perlukan angin,
apakah aku ini cuma tidak erti,
makna syukur?
jadi bunga teguh berdiri,
hadir madu manis,
hadir haruman wangi,
punya duri pelindung diri,
tapi mengapa masih perlukan kumbang?

Tatkala aku tidak mengerti,
tatkala aku merintih sepi,
masih juga pada-Mu aku kembali,
tapi mengapa?
mengapa jiwa masih derita?
jauh; aku masih jauh,
maaf aku perlukan selain-Mu,
dalam mencari erti diri-Mu.

SMAHADZIR
Masjid Negara Kuala Lumpur
Disember 2008


Aku Dan Palestin

Palestin melambaiku,
di celah gelap pepohonan zaitun,
Palestin memanggilku,
dalam ceracak tembok batu,
Palestin menangisiku,
di dasar jiwa kental yang layu,
namun aku tetap seperti aku,
buta dalam mata terbeliak,
pekak dalam telinga terpacak,
hati ini tidak kurasakan sesuatu pun juga,
melainkan angka dan benda.

Mungkinkah aku?
sudah pun bodoh, dungu dan bangang,
mungkinkah aku?
sudah pun tuli, pekak dan bengang,
atau aku sebenarnya?
sudah pun tua, bangka dan renta.

Palestin punya pertalian saudara denganku,
mungkin cuma saudara luah-rasa,
mungkin cuma saudara lihat-tonton,
dan bagiku jika terus begini,
tiada langsung Palestin,
dan aku dalam memori saudara seagama.

SMAHADZIR
Temerloh, Pahang
Januari 2007


Cahaya Pencinta

Kolek terasing di laut,
tanpa arah,
satu sinar di ufuk timur,
jauh tak tercapai.

Gelora laut bawa ke sana,
biar seribu tahun makan masa,
mahu mencari rezeki,
buat makanan hati,
perlu sinar dalam legam malam.

SMAHADZIR
Kuantan, Pahang
Februari 2007


Tak Pernah Berlalu

Mungkin aku memang lemah,
mungkin aku tak pernah punyai lelah,
ketika aku terdiam menangisi pergimu,
terus aku terpaku oleh harapan semu,
seperti telah cukup banyak kutulis,
telah cukup dalam hati ini kuhiris,
agar mampu kucuba lagi cinta dari mula,
dengan ia yang mampu merasakannya,
namun cinta untukmu terus bertahan,
di sekeping sisa hati ini juga cinta untukmu kurasakan,
kerinduan hadirmu tak pernah hilang,
oh Tuhan, bagaimana semua ini harus kufahami?

SMAHADZIR
Bukit Tinggi, Pahang
Mac 2007


Seorang Penyair

Apa yang dapat diberikan seorang penyair?
ketika tak ada sesuatu yang dapat mengilhami,
ketika realiti tak cukup untuk menginspirasi,
matikah ia,
bersama syair-syair lama yang telah lapuk,
dan kehilangan pembaca?
apakah yang harus dilakukan seorang penyair?
ketika kosong memenuhi imaginasi,
ketika sendiri juga tak cukup berikan ruang,
untuk kehadiran sebuah puisi,
tak wajar lagikah ia,
tetap disebut penyair,
walaupun tak lagi mampu,
untuk bersyair?

SMAHADZIR
Baling, Kedah
April 2007


Rindu Puisi

Aku tak pernah berlari meninggalkanmu,
melangkah menjauhi pun tak pernah terlintas,
aku masih di sini,
aku masih ada,
namun sebait pun kini tak sempat lagi kupaparkan,
setiap hari aku hanya berkata pada hati,
besok mungkin dapat kuluangkan waktu lagi,
untuk menulis tentang hati,
dalam sebentuk puisi,
nyatanya aku tak pernah sempat,
ragaku selalu saja terlebih dahulu penat,
sehingga asa dan rasa tak pernah sempat,
dapatkan waktu yang tepat,
untuk puisi-puisi baru dibuat,
hingga sekali lagi di pagi ini,
kerinduan pada puisi kembali menjadi,
curahan hatiku dalam sebentuk puisi,
semoga esok aku boleh segera kembali.

SMAHADZIR
Kodiang, Kedah
Mei 2007


Letih

Letih,
aku berdiri di bawah terik mentari,
semenjak engkau melangkah menjauh pergi,
hingga rambut ini mulai memutih,
masih, tak kutemui engkau kembali,
letih,
hanya saja raga ini belum mati,
hingga jiwa terus saja meminta,
untuk menunggumu di sini,
sampai engkau hadir,
sampai larut penantian,
menjadi sebahagian dari takdir.

SMAHADZIR
Gurun, Kedah
Jun 2007



Senantiasa

Senantiasa;
aku cuba untuk selalu ada,
ketika kau menangisi duka,
atau ketika berbahagi tawa.

Senantiasa;
tidak pernah cukup mudah,
namun hasrat membuat aku bisa,
tentangmu adalah asa.

Senantiasa,
aku hindari menorehkan luka,
membuatmu selalu bahagia,
semalam, kini dan sepanjang masa.

SMAHADZIR
Pendang, Kedah
Julai 2007




Mentari Kecil


Aku bukanlah dedalu,
yang hanya boleh tumbuh dan hidup,
dari kehidupan tumbuhan lain,
mengganggu dan merugikan tumbuhan itu,
bukan pula aku bagaikan hama,
yang hanya boleh merosakkan tumbuhan lain,
yang dapat dihancurkan bila-bila saja,
ketika sang pemilik tumbuhan menemui titik kebencian,
bukan pula laksana pungguk yang merindukan rembulan,
berharap dapat merasakan,
keindahan sinarnya,
sewaktu musim hujan,

tetapi aku ingin menjadi mentari kecil,
senantiasa pancarkan sinaran,
berikan kehidupan pada setiap insane,
senyuman senantiasa aku lemparkan,
pertanda bahagia dengan kehidupan tumbuhan,
juga kebahagiaan setiap insan.


SMAHADZIR
Dataran Dato Mad Said, Kajang
Disember 2009




Sujud Dalam Sejadah


Pagi yang cerah, ketika burung-burung melayah di angkasa,
bersembunyi di awan-awan putih,
pada pelataran birunya langit,
bak bersautan dengan tengadahnya tanganku menjulang tinggi,
alunan zikirku melebihi riuhnya nyanyian mega,
dalam rasa dalam jiwa kalbuku melebihi dalamnya samudera,
titisan darah rindu bolak balik dalam bongkahan hati,
semakin jernih sampai dijantung tubuh,
dan duduk terdiam dalam nadi kalbuku.



Helahan nafas silih berganti berirama mengiringi nyanyian zikir,
semakin jauh masuk dalam kalbu jiwaku,
akhirnya sampai pada roh bkalbuku.
semakin dalam semakin jernih darah rinduku,
semakin tenang bermukim rinduku pada-Mu.


Ya Rabbi,
kadang-kadang kakiku sudah mulai gontai dilangkahkan,
kadang-kadang nafasku mulai sesak,
itu tubuh milik-Mu,
tapi Rab, kaki jantungku semakin tegap melangkah,
nafas kalbu jiwaku semakin teratur,
mengiringi titis darah rindu menuju Arsy-Mu,
ohh, melayangkan jauh melebihi burung-burung itu,
bersautanlah rindu cinta dalam roh kalbu jiwaku,
keharibaan-Mu melebihi sautan mega dalam pelataran langit biru.



Aku tertegun dalam aliran nada zikir,
tersungkur sujud dalam sejadah bumi-Mu,
berlipat tangan dalam dakapan rindu,
tersenyum dalam lambaian wajah-Mu di hatiku,
satu kata, satu kalimah, satu rasa,
yang menghantarkan melayang jiwaku - rinduku pada-Mu,
Laa Ilaaha Illa Allah.

SMAHADZIR
Pekarangan Masjid Negara
Disember 2009




Dalam Kegelapan Malam

Dalam kegelapan malam,
aku mendengar gemericik air yang menenangkan jiwa,
membentuk sebuah simponi alam dalam kegelapan,
seperti memainkan lagu sendu,
di antara kekosongan hatiku.

Dalam kegelapan malam,
kurindukan mentari dengan cahayanya yang sombong,
merasuk masuk ke dalam jendela kaca,
mengirimkan isyaratnya akan datangnya pagi,
menghentikan alur dari mimpi indah tentangmu.

Dalam kegelapan malam,
kumainkan jemariku pada sebuah gitar tua,
diiringi angin yang bersiul di antara hamparan rumput kering,
bersama nyanyian cengkerik yang begitu sempurna,
lalu dari situ kubuat sebuah bait lagu indah tentangmu,

Dalam kegelapan malam,
kumenatap ribuan bintang,
dengan sinarnya yang begitu indah,
yang menari di antara cahaya bulan separuh purnama,
membuatku teringat akan senyumanmu,
yang terus membayangi di alam sedarku.

Di dalam kegelapan malam,
aku termangu dibuai mimpi,
mimpi akan datangnya seorang bidadari,
lalu menyapaku dengan senyumannya yang suci,
dan membawaku terbang jauh ke dasar hati,
membebaskan diriku dari segala rasa sepi.

SMAHADZIR
Sitiawan, Perak
Januari 2010




Kedewasaan


Sebagaimana segala yang tumbuh,
engkau pun akan berkembang,
seiring perjalanan waktu,
engkau akan tumbuh dalam pertumbuhanmu,
tanpa kau sedari,
sebab pergerakan mentari dan hari yang kau jejaki,
tidaklah kau mengerti,
dan engkah hanya dapat merasakannya,
ketika engkau merasa aneh terhadap dirimu,
ketika masa lalu menjadi tawa hari ini,
dan ketika masa depan menjadi tujuan kehidupan,
waktu itu kau akan lebih bijak dalam bersikap,
dalam mengambil dan memutuskan tindakan,
sebab engkau telah menjadi dewasa.



SMAHADZIR
Sabak Bernam, Selangor
Februari 2010




Kamu Bukan Aku


Kamu bukan aku,
rasaku bukan juga rasamu,
fikiranku bukanlah fikiranmu,
aku bukan kamu,
yang setiap waktu,
boleh mendapat cinta,
kamu bukan aku,
yang selalu setia,
menanti cita,
aku bukan kamu,
tidak selalu berucap,
tapi bukan dari hati,
kamu bukan aku,
yang selalu,
memaknai rasa segenap jiwa,
kamu bukan cerminku,
aku bukan lautmu.


SMAHADZIR
Tanjong Karang, Selangor
Mac 2010




Egois


Pagi ini kulihat senyummu,
setelah beberapa minggu kita diam dan diam,
aku pun membalas senyummu,
tetapi hambar,
padahal dulu senyummulah yang paling kutunggu,
yang membuatkan getaran di hati ini,
yang membuatkan hatiku bergetar hebat,
kini apalah erti senyummu,
buat hatiku yang terlanjur membeku,
aku ingin mengembalikan semuanya seperti dulu,
tetapi lagi lagi kesalku telah membeku,
tak inginkah kau jelaskan semuanya?
haruskah aku yang memulainya?
kerana aku yakin engkau pun bingung dengan keadaan ini,
aku ingin menjelaskan semuanya,
tetapi hatiku terlanjur sakit hingga lidahku kelu,
sayangku,
aku memang egois,
mengutamakan sakit dan mengabaikan rasa sayangku padamu,
dan sakitku juga bukan keranamu,
tetapi mungkin juga salahmu,
sampai bila kita harus bertahan,
sampai bila kita harus diam,
sampai bila aku boleh menahan?


SMAHADZIR
Kapar, Selangor
April 2010




Waktu Yang Kita Lewati Menjadi Kenangan


Ingatkah kamu setiap pojok yang pernah kita lewati,
dengan canda, dengan tawa,
kebersamaan yang selalu kurindukan,
setiap pojok itu jugalah yang selalu mengingatkanku padamu,
tempat kita menghabiskan waktu dengan cerita,
dengan sedikit tawa,
bahkan perbualan serius tentang masa depan,
oh... aku merindukan semuanya.


Setiap kali aku lewati jalan itu,
pagi dan petang,
waktu itulah rinduku begitu menyesak,
setiap hari aku lewati tempat kita makan itu,
tempat paling pojok di bawah pohon,
tempat itu jugalah yang mengingatkan aku padamu,
cerita, ketawa,
saling mengejek,
tiba-tiba diam,
meneruskan cerita,
kini semuanya jadi begitu bererti,
tidak seperti waktu itu,
tidak pernah berfikir bahawa aku bakal merindukan,
waktu-waktu itu.


Senyummu yang menggoda,
tawamu yang renyah,
candaanmu yang buatku riang,
dan banyak hal yang kita sukai,
betapa bererti kenangan itu,
sekarang,
semua itu telah menjadi kenangan.


SMAHADZIR
Taman Damai, Banting
Mei 2010




Puisi Kehidupan


Guratan nasib terukir dalam sebuah lembaran,
sunyi, senyap, sedih, silih bergantian,
menghiasi hari seperti mengolok,
membuka sisi kelam di sebuah kehidupan,
tak punya erti jiwa ini tercipta,
berkelumit dengan indahnya dunia fana,
tertawa terbahak melihatnya,
tangisan rintih jiwa menjalaninya,
ke manakah jiwa harus pergi,
meninggalkan hari-hari yang sepi,
menjalani hidup yang lebih bermakna,
mengusir rasa sedih yang ada di hati,
untuk menjadi hamba yang lebih diberkati,
cinta datang membawa erti tenang,
jiwa hilang telah kembali pulang,
kenangan kelam tersibak oleh cahaya terang,
seakan syurga yang tiba-tiba datang,
mimpi,
apakah semua itu buah dari sebuah mimpi,
apakah semua yang telah aku lalui ini hanya sebuah ilusi,
mimpikah jiwa yang ingin mempunyai erti,
sungguh wajarkah meratapi sebuah mimpi,
kekosongan yang belum sempat dijalani,
namun akhirnya satu hal yang disedari,
jiwa dicipta bukan untuk bermimpi,
jiwa dicipta untuk mengejar mimpi,
membuat sebuah ilusi mempunyai erti,
sampai datang panggilan Ilahi.


SMAHADZIR
Bukit Hijau, Baling
April 2010




Kau Telah Pergi


Kini hatiku hampa,
kini hatiku sepi,
tanpa kau di sisi,
aku tidak tahu,
apakah hatimu masih milikku,
tidak ada lagi tawamu,
tidak ada lagi kasih sayangmu,
tinggalkan semua cerita,
tentang kau dan aku,
aku tidak boleh berfikir,
kerana kau,
kau yang telah pergi tinggalkan aku,
menangis dan terluka oleh cintamu,
dan tidak sedikit pun kau peduli itu,
apakah hatimu telah tertutup untukku?
apakah tidak ada lagi untukku?
tidak akan aku ingat lagi,
sakit hati yang telah kau buat,
aku akan merelakanmu pergi,
biarlah aku yang mengalah,
pergilah,
kembali padanya,
dan lupakanlah aku,
kerana aku bukan yang terbaik untukmu.

SMAHADZIR
Baling, Kedah
Jun 2010



Di Pantai Pertemuan
(Mengenang pertemuan dengan sahabat lama – istimewa untuk Zamri, Dr Alias, Zack, Bakar, Ishak Saiman, Khairudin, Alias Rawter, Nor Asri, Norizan, Zaini, Md Desa, Mahizan, abang Wahab dan abang Kahar)

Sewaktu menjenguk pantai pertemuan ini,
setelah lebih 30 tahun ditinggalkan sepi,
wajahmu sahabat-sahabat tetap seperti dulu,
laksana gadis pingitan yang malu dan asyik bersembunyi,
tanpa polesan kosmetik yang mewangi,
namun aku tetap menganyam rindu dan cinta sejati,
yang indah kugarapkan di kanvas puisi,
sejak mula memasang hasrat,
untuk bertemu lagi.

Aku di pertemuan ini,
memendam jelu yang tak pernah padam menggulat diri,
menjeruk pilu yang tak pernah lekang melepa di sanubari,
memasak loyang sedih yang tak pernah matang di pinggir hati,
menongkah badai malang yang tak pernah reda,
menahan ribut lara yang sering merajalela,
merintih sendu yang gerbaknya serata mandala,
di mana aku pernah dihenyak sebuah sengsara,
yang episodnya silih berganti,
namun kuntuman insaf telah mekar di taman hati,
menggerbak mengapung dan menyelubungi,
seluruh ruang kehidupan abadi,
menyedarkan aku bahawa kehidupan ini harus ditelusuri,
dengan tulus dan teguh iman di sanubari,
selaras firman Ilahi,
sejajar sabda Nabi.

Dan pasir-pasir di pantai pertemuan ini,
akan tetap menjadi penggarap monumen,
sebuah persahabatan dan jalinan keakraban,
masa-masa lampau yang sudah lama ditinggalkan,
perjuangan untuk masa depan di antara kita,
masih panjang dan penuh berliku,
dan perlu diteruskan.

Di pantai pertemuan ini,
aku cegatkan sebuah doa dan harapan,
agar segalanya akan dirahmati Azzawajalla,
yang limpahannya terus mengalir di sungai masa.

SMAHADZIR
Baling-Sg Petani, Kedah
September 2010


Aku Berdiri Di Dalam Agama-Nya

Kering airmata mengalir ke muka,
meninggalkan kesan syahdu hiba,
merobek jiwa yang parah dan luka,
mencari arah cahaya dan sinar-Nya,
ke mana di mana langkah akhirnya,
dalam puisi kias berbunga,
diajar dengan mata pena,
tanpa diduga terhasil citra,
perjalanan demi perjalanan dia,
merungkap rahsia demi rahsia,
tanah berdiri menjadi manusia,
dipijak dilangkah jua akhirnya,
bila puisi akan berbicara,
dan siapakah pendendangnya,
akukah?

Sedang aku tidak mampu bersuara,
hanya Dia mampu berkata,
jasad yang dihias dunia,
jatuh reput ke tanah jua,
adakah aku ingat wajah pemberian-Nya,
sedangkan aku tiada wajah dan rupa.

Ya Allah...
mengapa wajahku tidak seperti mereka,
Engkau hias wajah mereka,
sehingga sempurna kejadiannya.

Hujan memayungi menyelimut hiba,
memberikan semangat kawal luka,
aku merayu kepada Maha Pendengar derita,
berikanlah aku kasih walaupun kain yang hina,
agar dapat ditutup gegendang telinga,
supaya tidak terasa kesunyian suara,
hujan berlari menghilang entah ke mana,
digantikan cahaya mengindahkan suasana,
aku kembali berdiri semula,
walau tiada apa.

Tetap aku bersyukur,
kerana aku berdiri di dalam agama-Nya,
Islam agama yang mulia,
bersyukurlah walau tiada apa,
kering airmata mengalir ke muka.

SMAHADZIR
Skudai, Johor
Januari 2000

Puisi Buat Isteri

Isteriku,
usah gusar,
bila melalui jalan yang sukar,
kerana kita harus sedar,
hidup tidak mudah,
jika semangat kita lemah.

Isteriku,
usah membisu,
jika ada rasa terbuku,
bukankah kita ditakdirkan bersatu,
berkongsi rindu dan sendu,
kerana kita harus tahu,
beratnya beban menanggung pilu.

Isteriku,
memang tidak mudah,
untuk memulakan alam baru ini,
tetapi kita tongkah dengan seribu tabah,
dan semusim sudah kita bersama,
semua yang pahit jadi indah,
bila haluan kita se arah.

Isteriku,
menjelang malam ini,
ingin kupinjam cahaya bintang,
biar ia menyinar,
hingga ke siang,
kerana kilaunya adalah,
kasih sayang isterimu.

SMAHADZIR
Muar, Johor
Februari 2001


Tentang Cinta

Patah ranting bercerai kuntum,
meniti belati menusuk jantung;
resah kasih menanti cantum,
isi berita tak mahu kunjung.

Lelah mencari ke samudera sepi,
berlabuh cinta dipangkal bicara;
rindu sudah dirantai hati,
namun hilang jiwa ke mana.

Cendara pura indahnya kota,
beradu puteri cendana sari,
lapangkan dada segarlah jiwa,
barulah nampak isinya hati.

SMAHADZIR
Tangkak, Johor
Mac 2002


Anak-Anakku

Anak-anakku,
aku sambut dengan seribu penghargaan,
agar engkau menjadi insan berilmu,
dan pembela nasib masa hadapan,
hatimu perlu cekal dan tabah,
sesabar bonda mendewasakanmu,
jiwamu perlu subur dengan iman,
sesubur hijau bumi Tuhan,
engkau diajar cintakan kematian,
bagai musuh kita cintakan kehidupan,
maka di bawah langit biru ini,
engkau mengenal erti sebuah kehidupan.

Anak-anakku,
engkaulah harapan,
untuk menjadi pemimpin masa hadapan,
sebagai satu contoh akan kejayaan,
masa hadapanmu mesti kau merdekakan.

SMAHADZIR
Gunung Ledang, Johor
April 2003


Dulu Dan Kini

Bonda,
akulah zigotmu,
yang terhasil dari sperma dan tersenyawa,
akulah embriomu,
yang menempel pada uterusmu yang suci,
akulah fotusmu,
yang tak sabar menjengah bumi,
dan akulah zuriatmu,
lambang jirim kasihmu yang abadi.

Tangisanku,
kau reda dengan nasihat terpuji,
ketawa sukaku,
kau sambut dengan nilai- nilai murni,
nakalku,
kau sulam dengan akhlak muslimah sejati,
dengan hipotesis yang kau ciptakan,
kau mengharapkan hidupku penuh variasi Islami.

Tetapi,
dewasanya anakmu ini tanpa sezarah harga diri,
tanpa atom-atom syahadah,
tanpa molekul-molekul peribadi yang luhur,
tanpa ion-ion keimanan.

Bonda,
dengan alasan berdikari,
kujejakkan kaki ke bumi metropolitan,
hidupku tak ubah seperti gerakan brown,
bebas!
rawak!
tanpa hala tuju.


Yang aku impikan,
hanyalah sinaran pantulan-pantula neon yang bercahaya,
yang aku rindukan,
hanyalah kerlingan mata keranjang si buaya,
aku bangga menjadi pilihan pria-pria kota,
hingga aku lupa hamparan sejadah,
hingga aku lupa pesan dan nasihat.

Dahulu mataku buta dengan lambaian masjid,
tetapi galak dengan lambaian disko,
telingaku pekak dari alunan dan laungan ayat-ayat suci,
tetapi peka dengan alunan muzik yang mengasyikkan,
hidungku hilang deria bau wangian firdausi,
tetapi tajam dengan bauan alkohol yang memabukkan,
lidahku seakan kelu untuk melafazkan zikir dan munajat,
tetapi petah mencaci dan memaki.

Tetapi kini,
kiranya kau tahu,
kurasakan gentar menyelubungi siangku,
rantaian dosa-dosa silam menyelimuti malamku,
aku takut,
aku takut dengan terompet Israfil,
aku takut dengan sentakan Izrail,
aku takut dengan cemeti Munkar dan Nankir,
aku takut!!!

Tetapi kini,
kiranya kau tahu,
anakmu ini tidak lekang dari tempat sujud,
bibirku basah dengan kalimah suci,
mataku tersasar ke arah kiblat,
telingaku dirakum dari umpatan cela,
meluruhkan dedaun dosa,
digantikan bebunga pahala.

Kiranya kau tahu,
betapa anakmu ini dipalit rasa sesal,
hingga ke akhirnya.

SMAHADZIR
Baling, Kedah
Mei 2004


Liku–Liku Perjalanan

Aku tersasar dalam hidup,
tanpa arah dan tujuan,
menitis air mata di setiap perjalanan,
mengesat peluh yang tidak kesampaian
mana dusta yang kau cercakan?
mana ilmu yang kau berikan?
mana kata–kata nasihat yang engkau sampaikan?
semuanya lebur dalam dakapan dan pelukan.

Tapi itu semuanya dahulu,
ketikaku tidak memahami erti kehidupan,
ketikaku tidak mengerti erti perjuangan,
ketikaku tidak mengenali erti persahabatan.

Namun ada kalanya aku kecewa,
memilih liku–liku hidup di persimpangan,
mengenali kawan yang akhirnya menjadi lawan,
mengetahui kebaikan dalam kejahatan.
akhirnya aku mengerti,
setiap perjalanan pasti ada ujian dan cabaran,
setiap pertemuan pasti ada perpisahan,
akan kutempuhi hidup ini demi pengalaman,
akan kusemat iman demimu Tuhan,
agar aku menjadi sebaik insan pilihan.

SMAHADZIR
Merlimau, Melaka
Jun 2005


Kepastian

Terkurung dalam
bingkai-bingkai semu,
selalu berada dalam situasi tak menentu,
menunggu dalam kebimbangan,
menunggu dalam kegamangan.

Kepastian demi kepastian terus menghantui,
dinanti walau kadang-kadang jelak,
bersama waktu yang terus berlalu,
menghitung dari satu sampai beribu.

Kepastian yang tak tentu timbulkan ragu,
meracuni rasa yang sudah padu,
menyusup jauh ke dalam kalbu,
apatis membeku mengubah perilaku.

Kepastian terus mengambang,
tak menentu di bawa gelombang,
kepastian juga melayang-layang,
ditarik dihulur seperti layang-layang.

Masih ada kepastian walau tidak ditunggu,
kepastian menemui yang satu.

SMAHADZIR
Bandar Hilir, Melaka
Julai 2006


Rajuk

Adalah hormat,
kataku tanpa berbuat apa-apa,
adalah apresiasi,
kataku pada prestasi,
adalah tanda jasa,
kataku pada karya.

Semua tak menghitung,
dicari untung,
semua tak terbilang,
diri menghilang,
semua tak sempurna,
dibuat semena-mena.

Mereka diam dalam jeritan,
ada sembunyi dalam sakit,
dunia bertanya,
jawab kata luka,
dunia bernyanyi,
tak merdu nada ironi.

Tenggelam jiwa besar di mulut besar,
selalu kurang dalam gantang,
jika lebih hanya jadi sepih,
tak syukur pada yang tak terukur,
berdiri tidak pada tegak,
bicara buahkan dusta.

Sendiri,
aku tak sepi,
peluklah rajuk,
rajuk tak akan kupujuk,
rajuk tak membawa sejuk.

SMAHADZIR
Bukit Melawati, Selangor
Ogos 2007


Baiklah

Jawab pada kata tanya,
Kadang-kadang sukar menerka,
ada bulan pada lengkung malam penuh bintang,
matahari pada rentang siang bawa terik,
membawa waktu bersama detik-detik,
dan kujawab, “baiklah!”

Pada pinta penuh mengharap,
tak sampai hati menolak,
kadang-kadang berat tak terpikul,
ringan tak terjinjing,
ada jeritan dalam tangisan,
ada sedu sedan dalam isakan,
kujawab, “baiklah!”

Ada perintah dalam kata-kata,
resah tak terbantah,
tak mampu diri menolak,
ada kerut menggaris wajah,
menyesak dada kadangkala,
tak ada kata selain, “baiklah!”

Ada jawaban “baiklah” pada kehendak
kenapa baiklah?
“ya... baiklah!”

SMAHADZIR
Bukit Jugra, Selangor
September 2008


Di Gerbang Kilang

Ke mari kawan!
ini kilang kita yang punya,
lapan jam bekerja-setengah jam kita dibayar,
berpuluh tahun begitu saja,
di sini kawan!
di gerbang kilang kita tanggal gentar yang menggeram,
dapat notis berhenti kerja mungkin saja,
ini waktunya kita mengajar,
boleh saja,
kerana ini memang zaman susah,
tapi tak lawan kawan tambah susah.

Ke mari kawan!
sebelum kilang ini membangkai,
lalu kita melapuk dalam kubang gelita tanpa kerja,
kau pasti tak ingin pulang,
tanah di desa sudah habis terjual,
dari sini kawan!
di gerbang kilang kita berkumpul,
pengarah atau pengurus tak akan menjemput,
mereka sedang hitung saham naik tahun hadapan,
hanya kita yang selalu menunggu,
tapi sekali menghayun langkah,
mahu di buang ataupun dipecat,
kita mesti bertempur!

SMAHADZIR
Bukit Hijau, Kedah
Oktober 2009


Api Pejuang

Menyulut di lahan,
entah kering,
lembab,
atau kadang-kadang teruji pada basah,
biarkan terbakar sampai selesai.

SMAHADZIR
Kuala Pegang, Kedah
November 2010


Hari Ini


Sahabat, kawanku terbaik,
bagaimana penilaianmu,
pada duniaku,
hari ini,
kau lihat, segalanya telah kutaruh,
sebagai jaminan atas kayuhan biduk setengah mati,
sarat termuat harapan,
dan cita-cita untuk berbakti,
apa yang masih dihargai,
di atas dunia yang tak berhati.

Sahabat, jangan dulu kau potong aku!
bukan jejak sesal yang kucari di jalan hidup,
kerana telah banyak yang kulewati,
dan selalu kau maafkan kawanmu ini.

Sahabat, kau dengarlah,
gementar aku merenung pil getir dunia,
berjibaku diri lari mengejar erti,
hingga aku terperangkap di sini,

Sahabat, ini pasti menjengkelkanmu,
jangan lagi kau marahi aku,
ceritakan saja cemasmu.

SMAHADZIR
Kupang, Kedah
Ogos 2009


Hari Hadapan


Munir, kawanku tersayang,
memang aku punya kecemasan,
tak banyak bila kau tanya apa,
kerana kau tau apa yang kupunya,
dan bila kau kejar apa,
maka satu terlintas,
adalah kau,
cemas bila kau tak bergeming,
membiar hati terkabut sangka,
mata terbeku buruk rupa hari hadapan,
cemas itu kian mengganggu.

Munir, aku juga masih cuba memahami dunia,
kita bukan juara atau jaguh,
juga bukan pecundang,
kita bukan peramal,
juga bukan penyihir,
siapa tahu masuk syurga

Munir, kita berada di jalan air sejarah,
yang mengalir dan menderas,
kadang-kadang kita berderap di baris hadapan,
sambil berpaling jauh ke belakang,
mencari wujud hari hadapan,
kontras dari bayangan kelam,
Kadang-kadang kita terseret di tengah arus,
yang bergemuruh sampai berhenti sendiri,
di sini temui diri melaju kencang,
sepi di hari hadapan,
tapi senyum terenggut dari wajahmu,

Munir, kutahu kau tak cukup senang,
kita terus bergulat dengan kata,
tapi biarkan kali ini kutinggalkan tenang,
ada di sisimu,
seseorang kan temui kembali,
di keriput senyummu,
sewaktu kembali meriak bersemangat,
jadi tawa.

SMAHADZIR
Kulim, Kedah
Ogos 2010



Bersama Si Mabuk Suatu Ketika

Waktu si mabuk menggoncang kepalaku,
aku jatuh longlai di kakimu,
tubuh semampai,
dengan pening yongyat setengah matang,
entah berapa kali dituai,
kutatap matamu yang gelisah,
seperti tubuhku yang nanar,
malam itu,
berlimbah debu adalah kehidupan kita,
hingga kau bertanya,
bila ini akan berganti,
engkau muda belia,
jawabku.

SMAHADZIR
Kampar, Perak
Mei 2010




Di Pucuk Pohon Bukan Cemara

i
Kucing itu seperti engkau,
perasaan yang piatu atau sebaliknya,
Sama saja, Hati ini, seperti rumah panti,
yang tak membetahkan dan hanya sesekali,
engkau ingin singgah.

Aku adalah penunggu yang tak ramah,
dan tak pernah punya bekal waktu untuk merawat cinta yang liar,
aku selalu lapar, rakus pada jarak jauh,
dan itu membuat aku selalu pergi,
berghairah.

Tak ada daging seremah,
Atau sisa tulang yang tak terkunyah,
tak ada kuah tumpah,
Hati ini, taman bermain terbengkalai.

Rumput sudah tinggi,
di situ, aku suka sembunyi,
bersamanseekor tupai liar,
dan engkau tak
akan datang sebagai perambah.

ii
Matahari itu, aku kira,
adalah pakej kilat,
kiriman rutin dari pejabat Tuhan,
ia yang mengirim semacam ucapan ‘Selamat Pagi’, ke bumi.

Aku tak mahu terlambat menjawab.
tapi, jangan cepat pergi ya, matahari!
Tuhan sudah tahu jadual hari cutiku, bukan?
hari ini aku sedang mencuci,
hari yang kusut,
cinta yang kumal,
hati yang kotor ini sumpahan pejabat.

Mesin cuciku,
tak membilas sempurna, kau tahu,
kau tahu, sabun cuciku, buih keringatku.

SMAHADZIR
Sg. Petani, Kedah
Januari 2000




Lagu Terakhir Kumpulan Muzik Yang Hampir Bubar


Cinta kadang-kadang memang tak senantiasa mudah,
kita rapuh rangka layangan,
dengan angin dipermainkan,
sudah terlalu panjang,
benang hitam ini kita hulur-hulurkan,
kusut serat cahaya kilat di langit,
tak lagi boleh kita bezakan,
aku ingin menggulung apa yang tak terputuskan,
sebelum segalanya jadi rumit,
dan tak dapat diuraikan,

Hujan itu airmata yang melebat tapi sudah sangat hambar,
cinta sesaat memang tak selalu sampai,
“aku ingin menangis,” katamu,
Aku mungkin akan jadi sabar,
boleh berkali-kali mendengar,
seperti menyemak lagu terakhir,
karya seperdua hati,
kumpulan muzik yang hampir bubar.

SMAHADZIR
Alor Setar, Kedah
Februari 2001


Terima Kasih

Tuhanku,
terima kasih kerana telah memilihku jadi pengikut-Mu,
terima kasih kerana cinta-Mu yang tak terbatas,
terima kasih kerana dugaan itu membuatku semakin tegar,
terima kasih kerana mengangkat ketikaku jatuh dalam dosa,
kutahu terima kasih saja tidaklah cukup buat-Mu,
semoga aku boleh lebih mencintai-Mu,
seperti Engkau yang mencintaiku,
terima kasih, Tuhanku,
terima kasih.

SMAHADZIR
Sg Tiang, Kedah
Mac 2002


Terima Kasih Ayah

Pengorbananmu tak terlukiskan,
anugerahmu tak terbayangkan,
terima kasih ayah,
meskipun aku selalu mengecewakanmu,
selalu membuatmu sedih,
kau selalu ada,
cintamu tanpa syarat,
aku ingin kembali dekat padamu,
adakah jalan yang kutempuh,
akan membawaku ke sana?
pegang tanganku,
agar jalanku berhujung dalam pangkuanmu.

SMAHADZIR
Jeniang, Kedah
April 2003


Mujizat

Tuhan, Engkau begitu agung,
bahkan kata itu tak wajar untuk melukiskan Engkau,
aku bagaikan serpihan pasir yang mudah ditiup,
lalu menghilang pergi menyatu bersama ganasnya alam,
kurnia-Mu adalah hidupku walau sesaat,
betapa rapuhnya aku dalam balutan tubuh mudah koyak,
tak ada ertinya seluruh pengetahuan yang kumiliki,
sesaat kemudian akan sirna,
bersama terhapusnya sepenggal kisah hidup,
yang tertoreh dalam lembar-lembar kehidupan,
sungguh singkat tapi bersyukurlah dengan nafas diberi,
pemberian tanpa mengharap balas,
sebuah mujizat hidup kerana cinta yang agung.

SMAHADZIR
Kg Kota Bukit, Kedah
Mei 2004


Lemah

Tuhan,
kuatkan iman ini untuk selalu menyembah-Mu,
lepaskan dari jerat dunia yang makin mendekat,
kuatkan hati ini,
sewaktu terpisah dari mereka yang tersayang,
kasihilah mereka yang percaya padamu,
Tuhan, Allahku,
ujilah jiwa ini untuk mencintai-Mu,
rindu padamu,
masuk dalam hati dan hidup ini,
selamanya.

SMAHADZIR
Kg Kuala Reman, Kedah
Jun 2005



Sepicing Mata Kancing

Aku malam,
yang tak sempat mengancing dada,
hatiku hanggar kosong,
tubuhku landas pacu,
kau, penerjun liar, jatuh di seberang,
hutan ilalang.

Mataku loket tiket,
tak ada berpenunggu,
ini bulan hantu,
setiap penerbangan akan terganggu,
Kau nakhoda tua,
separuh buta dan peragu.

Tubuhku buta semata,
Telah lepas sepicing mata kancing,
tertusuk duri rindu yang liar,
nyaring dan runcing!

SMAHADZIR
Kg Gajah Putih, Kedah
Julai 2006


Getar Helikopter

Seperti getar gempa,
Getir dada,
kau berbaling-baling kata,
menyandarkan helikopter besar.

Aku berbaring, lupa dan lapar!
hingar, liar, gempar, aku terkurung,
hingar helikopter seperti terlempar,
dikepung lapar ke sudut dapur,
terhambur tumpah biji-biji rempah.

Aku tersudut,
liar helikopter seperti terlambung,
terdampar lapar ke sudut dapur,
terserak lantak rimpang-rimpang rempah.

Aku terperangkap,
gempar helikopter seperti tersorok,
ditumbuk lapar ke pojok dapur,
tertimpa serbuk lada,
pecah cabai mentah.

SMAHADZIR
Guar Cempedak, Kedah
Ogos 2007


Songsang Buku Sepasang

Kita sepasang buku,
terbuka tapi tak saling baca. 

Halaman kita  makin buram,
dan kita merasa yang tertulis di sana  adalah  sabda, 
kita lupa tangan  yang menulis  pada kita,
adalah tangan yang sama, 
kita lupa serat yang  mengertas  pada kita, 
adalah  serat yang sama,
kita sepasang buku  yang lupa,
ingin saling  menghapus nama,
padahal sejak mula, 
namaku tertulis di halamanmu,
namamu terbaca di halamanku.

SMAHADZIR
Kota Sarang Semut, Kedah
September 2008


Cinta Tak Terlacak, Di Bait-bait Acak

Untuk ramai kawan,
malam dan ruang putih,
aku seperti pesakit bedah,
kau datanglah sebagai doktor pakar,
atau malaikat pemberi nyawa.

Sepi itu seperti menantang,
ia paksa aku teriak lantang!
namamu, duri tajam di lidahku,
seucap saja, kian nyeri luka!

Tanganmu termometer,
mengukur hangat dahi-dadaku,
“demammu akan jadi tinggi,“ katamu,
boleh kau ukur panas hati?

Ingkar itu sangkar yang mengurung janji,
atau tali yang menjerat sayapnya,
kau tak akan sampai padaku,
tak akan hinggapi hatiku.

Bulu mataku tangkai daun basah itu?
sisa embun, aku sangat ingin tahu,
siapa menangis untukku di sisi ranjang itu.

Kita pesakit dan pembeduk,
saling menulis janji,
kalau tak sempat kita tunaikan itu akan tertulis di nisan,
semacam ratap, epitaf.

Subur sekali tidurku,
di ranjang pesakit ini,
lebat mimpi, tanaman menjalar, liar,
apa sebenarnya yang ingin kau semakkan padaku?

Aku kaktus liar,
di padang dengan musim basah sebentar,
aku sabar menunggu sekali saja ada bunga di tubuhku mekar,
sebentar.
bukankah sejak mula aku mencintai sakit ini?
siksa cinta ini?
aku tak akan sembuh, aku tak ingin pulih,
aku pesakit rawat jalanmu.

Aku akan pulang, lepas dari ruang gawat darurat ini,
ranjang terbang, perawat bersayap bimbang,
kukira hatinya melayang.

SMAHADZIR
Padang Lembu, Kedah
Oktober 2009


Indahmu Telah Menipu

Kenapa ada dua jalan di sini,
ke mana arah yang harus dituju,
aku belum kenal daerah ini,
petunjuk pun takku punyai,
padahal sebentar lagi alam akan zulmut.

Di kananku persimpangan yang luas,
jalannya licin beraspal,
cahayanya berkilau, indah memukau,
aku ingin lewat ke sana,
di kiriku ada jalan setapak,
seperti tak dijejak,
penuh semak berteman duri,
gelap tanpa cahaya tiada benderang,
mungkin tak ada waktu
untuk ayunkan langkah ke sana.

Aku mulai berjalan,
melangkah dengan penuh semangat,
menuju impian terang,
namun sekian lama aku mengatur langkah,
kenapa jalan ini kian menyempit,
sepi, sunyi walau di tengah riuh,
ke mana lagi akan kuayun,
tak ada hujung, semuanya menipu,
apakah aku harus kembali?
mengulang langkah dari mula,
tapi perjalananku begitu jauh,
aku takut waktu tak beri kukesempatan,
aku terlalu jauh mengayun langkah,
badanku telah lelah,
kakiku telah menginjak lumpur,
rambutku dinaungi kutu-kutu,
tulang-tulangku ngilu,
sekujur tubuhku tak lagi bersih,
aku takut orang di sana mengejekku,
mungkinkah ada di jalan itu,
orang kumal sepertiku,
demi tekadku, aku harus mengulang,
biarpun semua indah ini harusku tepis,
selamat tinggal jalanku,
indahmu telah menipuku.

SMAHADZIR
Pendang, Kedah
November 2010


Menuju Ke Arah-Mu

Ketika ini aku terendap lara,
tenggelam dalam penyesalan,
ketika semua seakan pergi,
hempaskan aku di jalan-Mu,
di atas kertas putih ini,
aku goreskan hitamnya jiwa,
bersama samudera dosa,
tergambar jelas di satu sisi,
sucikan Tuhan jiwaku,
biarkanlah meraih-Mu,
menembus dimensi waktu,
kembali di jalan-Mu.

SMAHADZIR
Kodiang, Kedah
Januari 2000


Zikir

Tuhan, aku gagal memikul salib itu,
sedih, pedih, luka, menganga,

Tuhan, rintik air meleleh dari mata,
terbakar, pilu duka, kebodohan manusia,
dunia, dunia, dunia!
mereka berhasil menikam jiwa,
jiwa yang haus,
terus tertusuk oleh pisau malam,
dunia, dunia, dunia!
menghasut jiwa,
mengitari raung-raung kelam,
membuka pintu gelap,
dunia, dunia, dunia!
musuh paling kejam,
tak boleh kutikam dengan pedang dunia,
salib itu tergeletak lagi,
terserakkan di antara perdu bumi,
salib itu terlantar,
sendiri, sepi, tak berkawan,
cengkaman dunia begitu erat,
jiwa kini terserakkan dari dunia,
hitam legam, membayang,
fantasi liar membuka,
menyeka luka lama,

Tuhan, jiwaku menganga lagi,
tertunduk salah, dosa mendesah,
memanggil sang kelam, aku tersingkir.

Tuhan, di depan-Mu,
aku tak boleh mengelak lagi.

SMAHADZIR
Cangloon, Kedah
Februari 2001


Bahagia Sendiri

Hari ini, ketika ini, saat ini,
hari bahagia menjemput,
hari yang dinanti dalam hidup,
meski tiada seorang pun di samping,
kesedihan, keresahan dan gelisah,
bercampur jadi satu,
kebahagiaan, keceriaan dan tawa,
sedikit dirasa tanpa semua,
hari ini, malam ini, lewat hati ini,
ingin menangis,
namun diredam sejenak,
kerana aku tak ingin larut dalam bahagia,
meski sepi tanpa teman,
pasti datang, hari di mana dapat rayakan bersama,
malam ini langit menitiskan hujannya,
seakan merasakan kepedihan hati yang terjadi,
hujan, jangan mengembangkan kesedihan.

SMAHADZIR
Sintok, Kedah
Mac 2002


Tuhan

Aku tahu Kau selalu mendampingiku,
aku tahu Kau tak pernah meninggalkanku,
aku tahu Kau tak pernah jauh dariku,
tapi aku takut mendekati-Mu,
Kau tahu mengapa?
kerana dustaku begitu banyak,
kerana aibku terlalu berat,
kerana takkan cukup waktu bertahun-tahun,
mendengarkan permohonan maafku,
Tuhan, akankah Kau mahu menerimaku?

SMAHADZIR
Bukit Kayu Hitam, Kedah
April 2003


Memendam Rasa

Tak mampu ungkapkan rangkaian kata,
sebutir cinta telah tumbuh,
serpihan harapan telah menghilang,
pejamkan mata sejenak,
hanya untukmu,
memberi kenyataan dalam khayalan,
untuk boleh memilikimu,
hingga aku terlelap,
aku takan menyesali,
hingga aku tak terbangun,
akan aku bawa cinta ini selamanya.

SMAHADZIR
Kg Imam, Padang Perahu, Kedah
Mei 2004


LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

ASMAUL HUSNA