Hutan Yang Hilang
Hijau terhampar hasilkan udara segar,
tanah gembur penghasil kehidupan,
satwa liar bebas berkeliaran,
tersaji dalam satu kawasan,
terdapat dalam rimba raya penuh petualangan,
kita semua kagum melihatnya,
kita semua ingin memilikinya,
bahkan kita ingin jadi kaya kerananya,
dan jentera-jentera berat dikerahkan,
dan senjata-senjata tajam digunakan,
dan para tenaga kerja dikerahkan,
deru gergaji meraung dengan ganas,
diiringi kematian sang penunjang kehidupan,
tidak lagi hijau, tidak lagi subur,
yang ada hanya gersang,
tak ada lagi tempat bernaung,
tak ada lagi udara segar,
tak ada lagi penahan banjir,
semua habis, semua hilang.
SMAHADZIR
Ipoh, Perak
Mei 2006
Senandung Malam
Titian langkah longlai meredah tapak perjalanan ini,
redup gugusan gemintang menjalar,
tiada henti ketika aku lari dari kenyataan,
malam kala engkau merasa lelah,
menepilah agar aku mampu merasakan,
nikmat keheningan perasaan itu,
biarkan mata tetap terjaga dalam beku,
dingin bumi yang tua,
agar aku mampu menjaga perasaan ini,
tilas-tilas akan menjadi memori dalam sejarah,
yang berkarat cerita yang mengalir,
mungkin telah pun buram dan berdebu lapuk,
seiring waktu melipat masa,
dalam senandung kabut malam,
yang mengantarkan engkau ke peraduanmu,
aku mintakan kepadamu jangan meratap pada gelapnya,
biarkanlah ia lebur bersama gundah,
yang merajai hati sang malam,
titipkan padanya sepenggal rasa kasih,
yang tertinggal dan malam akan segera merapat,
di penghujung hari setelah ia mengharungi,
perjalanan yang panjang,
senandung sungai kembali mengalir,
aku kidungkan lagu keabadian ini untukmu,
semoga engkau terlelap,
dalam malam yang semakin tua.
SMAHADZIR
Baling, Kedah
Jun 2006
Gugusan Rindu Buat Bonda
Dosa di hujung jalan yang hitam tinggal mencengkam,
lampu-lampu malam menyorot sekujur tubuh,
ada bintik-bintik hitam lengket melengket,
bercampur dengan darah yang terpantul,
gelisah di kulitku yang pucat.
Bonda, sehingga aku ada dalam pelukanmu,
air mata tercurah melanda benteng kerinduan,
kini aku terdampar sendiri,
di malam dingin yang mengigilkan tubuh kurusku,
aku tak mampu mengangkat wajah,
hanya dalam hati kujeritkan namamu,
juga kubisikkan salam dan doa yang terindah.
Bonda, aku di sini, di pinggir benua sepi,
seribu tanda tak bisa menjawab,
beribu titik api memancar dalam gelap,
tetapi duka tak pernah juga mencair.
Bonda, kumohon setitis doamu tersulur untukku,
dan serahkan segala kasihmu buatku,
buat santapan dalam sunyi dan sepiku.
SMAHADZIR
Pekan, Pahang
Julai 2006
Gundah
Tersingkap sudah tabir rahsia gelap selama ini,
ketakutan hidup yang begitu jelas merayap,
laksana belenggu pengikat,
aku yang telah lama terikat dalam ruang senyap sunyi,
meratap dalam keluh gundah,
menangis dalam isak pilu.
Sampai bila kan kusimpan setiap dendam,
tubuhku kaku terbungkus kenaifan,
sukmaku terhempas pada relung kehampaan,
tanpa sapaan hanya seloroh jerit keakuan,
tanpa cerita, hambar tak bertuan,
aku mengadu di setiap nafas luka-luka masa lalu,
aku bertanya dan terus bertanya dengan lelah leleh keringatku,
masihkah aku mampu melangkah hari esok yang samar,
melewati pintu keangkuhan,
sementara lirih sayup terdengar kumandang genta,
berdendang larung dalam kesenyapan,
dan kutemui figura yang telah lama kuabaikan.
Aduhai, engkau sang penguasa segala hati,
aku ingin kembali ke jalan-Mu,
bercengkerama bersamamu seperti dulu,
nikmati hembusan kasih dan cinta-Mu,
agar tegar dan ikhlas diriku,
dalam meneruskan langkah,
dan gelora hidupku di keredhaan-Mu.
SMAHADZIR
Pantai Morib, Selangor
Ogos 2006
Belenggu Ilusi
Terlalu cepat aku jatuhkan rasa,
padahal sesungguhnya aku tak memahami apa pun,
tersilau oleh kemilau gemintang yang ditebar,
hingga semua tertutup tak nampak oleh mata,
aku tenggelam dalam lautan mimpi,
mimpi yang tak akan wujud menjadi realiti,
bayangmu membawa aku terbang ke dunia khayal,
dunia yang memaksaku menepis setiap kesedaran yang jelas,
lalu sekarang, bagaimana aku harus kembali?
sementara kenyataan seolah-olah semakin enggan untuk menyapa,
bahkan kini kian menjauh,
dan tak sedikit pun menoleh padaku lagi,
aku terbelenggu dalam imaginasi,
yang tercipta kerana ilusi yang kau tanam di khayalanku,
dan akhirnya aku hanya terpaku di sini,
terjebak di antara ruang gelap yang tak berhujung.
SMAHADZIR
Pantai Kelanang, Selangor
September 2006
Menanti Tak Juga Pasti
Bait-bait serentak terdengar,
sayup laksana nada asmara membara,
sejenak kegelisahanaku terubat dan larut oleh hening yang gagu,
cahaya lentera yang temaram masih memantul,
kesiur angin mengucup tirai,
kuusap kaca jendela yang lembab kerana embun,
langit diselaputi mendung,
meninggalkan bara yang berbiak tak beraturan,
ke mana kini harus kubawa langkah,
jika jalan di depanku luruh dalam gelap,
meninggalkan aku di batas sketsa cinta yang buram,
namun rintik hujan tiada juga turun,
perasaanku bertempur dalam hati,
segugus asa dan harapan kini mengendap,
dalam palung terdalam,
hatiku kian hampa, ia telah jauh pergi,
semburat lembayung hadir di depan mata,
membias tanpa aturan yang tak juga mampu mententeramkan hati,
seolah-olah mencerminkan satu memori,
kisah yang telah berlalu, hatiku merenung,
sebuah nuansa alam yang membuat jasadku terpaku,
tergenang dalam bauran,
sukar untuk dimengertikan.
SMAHADZIR
Nilai Tiga, Negeri Sembilan
Oktober 2006
Catatan Tentang Cinta
Ada rona yang dilukiskan pada latar langitnya,
merah membara dan kadang-kadang lembayung,
aku jejaki purnama yang tenggelam,
di antara awan dan aku ingin terbenam,
bersama cinta yang kau bawa,
dinginnya menghangatkan dan memberi aroma rasa,
gemerisik di antara sunyi,
kerana ada bisikan tentang kegelisahan,
ketika senja turun di bukit-bukit tak berpenghuni,
kenalilah musim hujan yang akan membasuh bumi,
dan kemarau yang akan datang sesudahnya,
ia akan meranggaskan daun-daun kering,
di sepanjang hari dalam dua belas purnama,
kerana cintaku bersemi di antara dua,
kenalilah warnanya yang disapukan,
dari gumpalan rinduku, kasih,
malam-malamku adalah catatan tentang cinta.
SMAHADZIR
Serting, Negeri Sembilan
November 2006
Secebis Harapan
Senja di perantauan bumi,
bertabur cahaya di keindahan alam raya,
bertepi di selaksa dedaunan hutan rimba,
temaram malam menyingsing di akhir siang hari,
separuh dadaku tersesak olehnya,
dalam heningku teringat masa lalu,
separuh waktu telah kuhabiskan,
putaran mentari pun tak terhitungkan,
menunggu waktu yang tak akan tahu tamatnya,
sembari berharap hariku nanti tak terperangkap,
semoga bahagia kuraih,
walau jaraknya jauh tiada batas.
SMAHADZIR
Seri Menanti, Negeri Sembilan
Disember 2006
Pada Janji Yang Terpancang
Butiran doa yang merangkai sebuah harapan,
zikir pada setiap tarikan nafas,
inilah mula dari rangkaian peristiwa,
gembira kerana khabar sukacita,
kita telah dipertemukan,
semoga Tuhan mengizinkan tiap jejak kaki,
adalah catatan perjalanan,
sedih ketika cabaran hidup mendera,
tapi beban tetap dipanggul bersama,
pasrah hati, ikhlas dan rela,
tanpa keluh kesah dan prahara,
percaya bahawa ini akan segera berakhir dengan suka,
mulia bagi sesiapa saja yang diberkati,
hadiah untuk semua kasih yang kau beri,
dari satu-satunya sumber kasih sejati,
seperti mata air yang tak akan berhenti,
Tuhan sendiri yang akan menjaga setiap hati,
terang akan segera kita jelang,
jalan kasih dan sayang,
hati menjadi rumah tempat kita pulang,
kembali pada janji yang terpancang,
masuk pada pintu ruang yang terang dan lapang,
Tuhan yang akan memperkenankan.
SMAHADZIR
Seremban, Negeri Sembilan
Januari 2005
Ingin Hidup Kembali
Bila usiaku tidak tiba hingga esok,
aku berharap masih ada kehidupan berikutnya,
masa di mana aku bisa memulai kembali,
dan menata kembali hidup dari awal,
tidak akan pernah kusakiti,
mereka yang pernah suka dan duka denganku.
Andai ada kehidupan berikutnya,
aku ingin menjadi orang yang sama,
dengan orang di sekelilingaku yang sama,
tapi kali ini aku ingin ada yang berbeza,
aku akan menjaga mereka,
seperti aku menjaga keyakinanaku pada Tuhanku,
maafkan aku orang orang terkasih,
aku telah menyakiti dan mengecewakan mereka.
SMAHADZIR
Raub, Pahang
Februari 2005
Aku Mati
Aku mati,
aku mati tanpa rasa,
rasa telah lama hilang ditelan senja,
cerita senja yang aku rangkum hingga aku tiada.
Aku mati,
aku mati menjauhi jalan suci,
ada yang merendamku dalam genangan kenangan,
kau, ya itu kau,
ketika kau tawarkan getaran itu,
getaran itu memecah samudera yang ada di dadaku,
kemudian kering,
pudar tak berwarna,
kau menikamku dengan rasamu,
tepat di dada kiriku,
lalu kau berdiri dan melihatku,
terkulai dan mati.
SMAHADZIR
Temerloh, Pahang
Mac 2005
Waktu
Aku sama sekali tak faham,
kepada siapa waktu berpihak,
tapi tak perlu catatan apa pun,
kerana memang waktu akan menjadi milik semesta,
kemudian pada halaman buku,
yang aku lipat separuhnya,
sebuah kata aku tebalkan,
pada dua tanda petikannya:
“kata-kata sama sekali tak mewakili,
sebab kita mungkin hanya perlu sebuah jawaban,
mungkin putus asa,
atau perasaan seperti para remaja,
yang kehilangan separuh waktunya,
kerana televisyen dan tulisan-tulisan penuh tinta,
di tembok-tembok stesen kota,”
semesta kata, semesta kita
cuma semesta dukacita.
SMAHADZIR
Jeneri, Kedah
April 2005
Palestin
Palestin adalah jejak panjang penuh darah,
cerita duka tak berkesudahan,
seakan-akan suratan sudah tergurat,
nyanyian tanah merdeka tak pernah surut,
di batas tenggorok yang putus,
di antara desing bom dan peluru,
sejengkal tanah pada garis peta,
sebingkai harap pada janji tak terpeta,
di kejauhan azan terdengar lambat,
seakan-akan menyeru bahawa kezaliman tak pernah tamat.
SMAHADZIR
Gurun, Kedah
Mei 2005
Gelang Patah
Alunan kisahku mengalir begitu deras,
memaksa lirih perih tak bertepi,
syahdu aku seperti dulu,
kini mulai tak terdengar,
mungkin dibawa arus kenistaan yang bergumul,
atau mungkin mati terkikis pasir-pasir yang menderu,
titik embun mulai mengering tidak lagi patut untuk dipuja,
apakah aku tidak lagi seperti itu?
begitu aku, kaku, rapuh, bias bayang malam pun berputar pagi,
terperangkap terlalu dalam,
terhanyut seperti sampan tak bertuan,
hendak ke mana aku ini?
mata yang mulai lelah, hati yang mulai membusuk,
sanggupkah gelang patah ini kutemui?
Sanggupkah gelang patah ini aku jadikan permata,
kujadikan bunga,
kujadikan apa saja yang bisa menyelimuti,
helaian syair yang aku rajut,
perlahan-lahan hiba menghangatkan tubuh,
membakar cemburu, mengoyak amarah,
pahit menjadi madu biar tak terkuak sekalipun,
ketika arah menjadi pecah,
ketika waktu menjadi mati,
sirna berserah bersimpuh rindu,
tulus hati begitu dusta diucapkan,
tidak seorang pun memahaminya.
SMAHADZIR
Kuala Ketil, Kedah
Jun 2005
Catatan Tanpa Nama
Aku sedar kini bukan rintik hujan yang menemani,
hanya segelas air yang mulai membeku,
dan kini tambah membeku dan membisu,
bahkan kini membasahi sebahagian waktu,
memang terlalu lama untuk dia tau,
tahu bagaimana waktu berdetik dengan lugu,
tahu bagaimana jantung yang seharusnya berdetak tanpa haru,
tahu bagaimana aku yang menunggu tanpa lagu,
mungkn kau tak akan tahu,
atau aku yang selalu terdiam dalam senjamu.
Mungkin aku salah memandang,
seharusnya aku di situ,
bukan menunggu atau menderu,
ini bukan pintaku,
hanya pinta dari sebuah hati yang terlalu renta untk menunggu,
bolehkah aku meninggalkanmu?
ini juga bukan pintaku,
pinta dari tubuh yang terlalu lelah untuk menunggu,
bolehkah aku memelukmu?
ini bukan pintanya atau ini bukan jeritannya,
tapi ini pintaku,
agar aku bisa berkata ketika melepaskan seseorang,
‘selamat tinggal’
itukah kata katanya,
dan kini aku mengikuti hati dan tubuh yang bertanya,
seharusnya kau tahu hati dan tubuh itu milikku,
dan kini aku sedia melupakan dan meninggalkanmu,
engkau yang membuat aku menunggu,
engkau yang seharusnya dalam hidupku.
SMAHADZIR
Tawar, Kedah
Julai 2005
Antara Dia Dan Kata Kembali
Sebahagian waktuku hilang,
entah di mana, tapi aku mencuba untuk bertenang,
tenang dan tenang sehingga suatu ketika dia datang,
bukan sebagai bintang yang menyentuhku dengan terang,
juga bukan bulan yang melihatku dengan benderang,
dia hanya menyapa tapi itu kelihatan tak biasa,
dan aku juga cuba menyapanya,
tapi itu yang tak aku mampu,
atau mungkin belum aku cuba,
aku bukan berjalan tanpa mata,
aku melihatnya, sungguh melihatnya,
dia bukan hanya sekadar cerita,
dia nyata dan dia ada,
dan kini dia tiada.
Memang benar dia hanya menyapa,
tapi aku merasa dia ada walaupun tiada,
andai dia kembali, aku ingin lahir,
seperti daun yang berjatuhan di taman,
yang cuba untuk menenangkan,
andai dia kembali, aku ingin lahir,
seperti badut yang cuba menghibur walau melelahkan,
andai dia kembali, aku ingin lahir,
seperti merpati yang selalu setia dan tak tergoyahkan,
tapi seandainya dia tak kembali,
mungkin aku akan lahir seperti ikan,
yang mudah untuk melupakan,
atau mungkin juga aku akan lahir,
seperti penyair yang tetap mencintai walaupun dilupakan.
Apakah kata-kata ‘kembali’ terlalu jauh bagimu?
apakah raut wajahku terlalu mudah untuk dihapuskan?
‘tersenyumlah’ mungkin itu yang akan kau ucapkan,
tapi tidak, semua telah hilang seketika kau menghilang,
namamu adalah senyuman,
sentuhanmu adalah kenangan,
terima kasih atas waktu yang begitu singkat,
kau merubah perjalananku yang semestinya berat,
aku tahu dalam hati ini namamu akan menjadi pekat,
terima kasih, dan aku tersenyum.
SMAHADZIR
Kupang, Kedah
Ogos 2005
Datang Mengajakku Terbang
Suara-suara cengkeriklah yang menyebut-nyebut namamu kini,
mengkrik-krik sepanjang malam tanpa henti,
tatkala itulah aku tersedar,
semua ruang beku mengenangmu,
aku pun cuba mengeja setiap bait perjalanan kasih kita,
suara riang, suara sumbang, datang,
tiba-tiba mengejang,
duduk sambil kipas-kipas, kucuba menenang,
tibalah aku memandang balang kaca,
berisi seekor kunang-kunang,
yang dalam mimpi diceritakan,
itu wujudmu sekarang,
aku terpana merana,
telah terbujur kaku tubuhmu,
dalam raga sisa tanpa sayap melekat,
aku tercekat,
seharusnya, aku melepasmu semalam,
sebelum nyawamu kehabisan udara,
kukira kau akan bertahan duduk di pinggiran,
dan dapat menemaniku tidur,
sambil mendengar aku bercerita tentang Cinderalela,
namun kau tak dapat bertahan lebih lama,
tidak ada airmata, tidak ada rasa sesal,
tidak ada, aku tahu besok kau akan datang,
dengan rupamu yang lebih rupawan,
seekor burung.
SMAHADZIR
Kuala Pegang, Kedah
September 2005
Bunga Kertas
Warna-warni menjolok mata kau hadirkan,
tapi kadang-kadang warnamu pucat pias tak berdarah,
padahal mahkotamu di bingkai empat kuntum kuncup,
kau tahu pasti kau bunga yang tak mudah dipalingkan,
ketika kuncup barumu menyembul,
gemilang merona kau janjikan,
dan kau tak peduli duri yang menjalar di sepanjang ranting,
asalkan hadir memberi makna bagi sekitar,
setiap mata yang menanar ke arahmu akan terpana,
meski kau bertahan menahan perih mentari membakar,
dan ketika angin membelai daun dan kelopak,
kau meneduhkan prahara setiap jiwa yang memandang,
ketika badai datang menerjang ranting-ranting ringkih,
tangan-tangan yang rajin menjamah seketika tak lagi hendak memetik,
dan kau tak mampu menahan kelopak-kelopak rapuh,
hingga berguguran,btercabik duri-duri di sekitar,
lalu masamu telah usai,
dan kau harus rela menunggu hingga musim semi kembali menyapa,
meski duri-duri di ranting terus menajam dan mengakar,
kau tetaplah sekuntum bunga kertas yang rapuh.
SMAHADZIR
Kuantan, Pahang
Oktober 2005
Daun Dan Pena
Ketika jiwa telah terlelah oleh dakapan sang malam,
kala raga sendu oleh kenangan dari rindu yang terbuang,
tatkala itu juga siang menjelang embun menghilang,
rantai dari perjuangan telah dibuat,
oleh keinginan dan asa yang terpancar,
untuk memeluk kisah yang akan segera hadir,
dengan rasa kasih dan sayang,
daun yang berguguran telah terkenang,
sebagai satu kisah yang tersimpan,
embun-embun telah menangis,
beserta senyum yang menghiasinya,
senja akan hadir,
menggantikan siang yang menunggu,
dan malam akan menjelang,
menggantikan senja yang telah lelah,
dan tertidur di sebalik dinding kesepian,
satu waktu telah berganti,
bukan menghilang ataupun tiada,
tetapi tumbuh menjadi sesuatu yang baru,
dan akan menjadi pena suatu ketika nanti,
menghadirkan kisah yang baru,
menorehkan jawaban yang lama,
dan melupakan kenangan yang pahit,
kita tiada perlu mengerti semua,
yang kita harus lakukan hanyalah percaya.
SMAHADZIR
Kangar, Perlis
November 2005
Duri Senja
Ketika waktu yang berharga telah terbuang,
menanti hari di hujung diri,
senja menyulam kenangan pun terdiam,
marah menghampiri jiwa yang sepi,
lelahnya hati genggaman tangan,
riak berlalu menyapu rindu,
setitis embun diam bukan kerana angin,
angin yang elok indah rupawan,
berlalu hari di hujung rindu,
walau air mata titisan sang awan,
daun yang gugur kerana kasih,
menyemai padi indah tergerai,
senja tenang kala malam,
bayangan cermin menemani diri,
berjalan ia kerana dahaga,
mencari air penawar rasa,
mawar hitam laksana embun,
menutupi diri dengan durinya yang tajam,
akhir pertanyaan adalah suatu jawaban,
walau kadang-kadang berlalu lagi dengan pertanyaan,
suatu pertanyaan adalah suatu keresahan,
suatu pertanyaan adalah suatu kebimbangan,
yang diinginkan hanyalah suatu kenangan,
yang hadir dengan suara ceria,
yang muncul dengan wajah berseri,
yang menyapa kala dahaga menghampiri.
SMAHADZIR
Dataran Merdeka
Disember 2005
Selubung Luka
Semoga luka-luka ini cepat sirna,
semoga rasa perih cepat reda,
agar wajah ini terasa bersih menatap-Mu,
agar hati ini terasa basah mengeja-Mu,
pada warna senja yang begitu ungu,
di hujung langit,
kutitipkan selembar luas mendung,
yang pernah kulukis,
dengan tinta hitam, suram,
bagai getah lekat, erat melekati kulit batang-batang pohon,
dari patahan dahan dan daun-daun dari ranting kepundung,
atau seperti pekatnya cairan malam,
menitis pada kain sebentang,
membentuk gambar-gambar rumit bercorak kawung,
senja yang ungu,
bagaimana aku bisa memintamu,
menempa warna-warni lukisanku,
sedang tinta-tinta itu terlalu pekat,
sedang gambar-gambar itu terlanjur lekat,
semoga luka-luka ini cepat sirna,
semoga rasa perih ini cepat reda,
agar hati ini mampu merunduk,
agar hati ini mampu bertawaduk.
SMAHADZIR
Nur Lembah Pangsun
Januari 2004
Songkok Haji Dan Baju Hijau
Tergesa-gesa berlari mendahului mentari pagi,
bangun lebih pagi, mandi lebih cepat,
berjalan seperti berlari,
tak cukup waktu memilih bas yang lebih lapang,
tak cukup waktu memandang langit pagi,
tak cukup waktu menikmati lalu lalang kenderaan,
tak cukup waktu menghirup udara pagi lama-lama,
tak cukup waktu melihat wajah-wajah yang juga tergesa-gesa,
sampai juga, sedikit tanya sedikit jalan sedikit becak,
sudah panas sudah pengap walaupun masih pagi,
kios itu berada di tengah-tengah,
diapit kios buah dan gerai buku,
lalu tanya lalu pilih lalu tawar,
pura-pura tidak tertarik pura-pura hendak beranjak,
lega, kantung plastik putih berisi songkok haji,
dan baju hijau untuk isteri sudah diperolehi,
tidak sempat menuju kios sayuran,
mahupun ikan kerana sudah pukul lapan setengah,
ketika kembali bekerja,
hingga waktu beranjak ke pukul tujuh malam,
lalu kembali pulang ke rumah,
membawa kantung plastik putih berisi songkok haji,
dan baju hijau untuk isteri.
SMAHADZIR
Tabung Haji Kelana Jaya
Februari 2004
Mungkin Nanti
Mungkin nanti ketika rambutmu sudah memutih,
dan tubuhmu tak lagi kuat seperti sekarang,
dan duduk di serambi rumahmu,
sambil memegang puting rokokmu,
adalah rutin pagimu,
kamu akan mengingatku,
bayang masa lalu yang kau sebut kenangan.
Mungkin nanti ketika benci yang berkarat di hatimu mulai luruh,
ketika hatimu mulai terbuka lagi,
ketika tentang aku terbaca di situ,
di hatimu, kamu akan mengingatku,
bayang masa lalu yang kau benci seumur hidupmu.
Mungkin nanti ketika rindu berkali-kali datang menelusup hati kecilmu,
perlahan namun semakin kau rasa tiap detakan rindunya,
hingga angkuhmu memudar,
kamu akan mengingatku,
bayang masa lalu yang pernah mencintaimu.
Mungkin nanti ketika pada akhirnya,
kamu akan mengingatku,
seorang perempuan biasa yang selalu ada di sampingmu,
mencintaimu dengan sepenuh hatinya,
aku masih ada,
menantimu di tempat yang sama.
SMAHADZIR
SACC, Shah Alam
Mac 2004
Usiaku Sudah Kadaluwarsa
Tuhan, dengan segala kerendahan hati,
aku meminta pada-Mu,
berikan aku kata, kujadikan ia puisi,
berikan aku senja, kujadikan ia puisi,
berikan aku malam, kujadikan ia puisi,
berikan aku mimpi, kujadikan ia puisi,
berikan aku hujan, kujadikan ia puisi,
berikan aku badai, kujadikan ia puisi,
berikan aku bintang, kujadikan ia puisi,
berikan aku matahari, kujadikan ia puisi,
berikan aku rembulan, kujadikan ia puisi,
berikan aku awan, kujadikan ia puisi,
berikan aku resah, kujadikan ia puisi,
berikan aku sunyi, kujadikan ia puisi,
berikan aku angin, kujadikan ia puisi,
berikan aku api, kujadikan ia puisi,
berikan aku air, kujadikan ia puisi,
berikan aku marah, kujadikan ia puisi,
berikan aku perang, kujadikan ia puisi,
berikan aku senyum, kujadikan ia puisi,
berikan aku rindu, kujadikan ia puisi,
berikan aku cinta, kujadikan ia puisi,
berikan aku cemburu, kujadikan ia puisi,
berikan aku perempuan, kujadikan ia isteri
berikan aku pelangi, kujadikan ia puisi,
Tuhan,
jangan tunda lagi permintaanaku ini,
kerana usiaku sudah kadaluwarsa,
amin.
SMAHADZIR
Masjid Negara
April 2004
Jiwa Yang Tak Pernah Pupus
Merana aku di penghujung akal,
lemah tak diasah dan seketika hilang tak berbisik,
sunyi ini menyenandungkan perih,
perih akan jiwa yang terlupa,
sebuah tokoh yang hidup tanpa peranan,
sebuah jiwa yang limbung dan tak mampan,
jiwa yang rindu akan warna langit,
jiwa yang rindu akan warna hidup,
gemerisik sajak sesekali membangunkan benak,
tak banyak namun mampu membuatnya terpatri dalam akal,
ini adalah seni yang gigih,
ini adalah yang terlupa,
kemonotonan sekalipun tak mampu membunuh jiwa seorang penyair,
sekalipun ia ingin,
sebuah peranan jiwa kembali bangkit di sebalik asanya yang bergejolak,
sekali lagi dia berdiri sebagai peribadi teguh yang merdeka,
tak dapat lenyap dan dilenyapkan,
dia masih di sana menghantui hidup,
menghantui setiap masa,
selamat datang wahai penyair,
selamat berdiam di dalam sisi hidup yang baru.
SMAHADZIR
Masjid KLIA
Mei 2004
Elegi Dua Hati
Dari kaca jendela matamu kutemui bayang wajahku,
inilah bentuk rinduku yang kau punguti satu persatu,
dari ribuan sajak-sajak yang terserak,
susuri perlahan aksara yang ada,
temukan repihan-repihan jiwa di sana,
simpan dalam-dalam lalu titipkan pada malam,
ia akan bicara pada bulan,
agar kudapat saksikan terang di lengkung sabitnya,
kurangkum barisan kata-katamu malam ini,
kuulang tulis dan kutitipkan pada pagi,
ia akan bicara pada mentari,
agar kau dapat saksikan terangnya ketika fajar nanti,
makhluk langit mana yang tak cemburu pada kita?
ketika rinduku menghias bulan dan cintamu seterang fajar,
lalu kita akan bercinta di pelukan bintang,
merengkuh awan senja yang bersemu merah di ufuk sana,
aku bersembunyi di sebalik rimbun hutan,
kau bergelung dalam ombak di lautan,
kita akan bertemu di selasar putih pasir,
ketika aku pakaikan mahkota itu,
dan mengucap janji akan mencintamu sepanjang hayat.
SMAHADZIR
Pantai Bagan Lalang
Jun 2004
Selagi Tuba Belum Memabukkan
Mungkin ini hanya seputar biasa,
tapi bedebah, aku menikmatinya,
bukan bercinta, hanya bercerita,
bukan bermesra, hanya tertawa,
lalu hati mulai gelisah,
ke mana semua ini akan kubawa,
teringat kata bonda, tapi malang aku menikmatinya,
seperti terperangkap di kandang sendiri,
tapi tubuh ini begitu ingin menari,
selagi dapat membuat mereka iri,
berkaca dan berdecak kagum sendiri,
tapi juga mengasihani diri,
tenang bonda, aku akan menghentikan permainan ini,
jika memang sudah waktunya,
akan segera pulang, jika memang sudah senja,
tapi biarkanlah aku menikmatinya,
selagi bunga masih bermekaran,
selagi tanah masih lapang terbentang,
selagi tuba belum memabukkan.
SMAHADZIR
Sintok, Kedah
Julai 2004
Ketika Penulis Berehat
Dia memilih untuk tenggelam,
hanyut begitu dalam,
lautan kata setiap halaman,
ribuan kisah terpapar,
berupa tubuh-tubuh dalam layar,
memikat jiwa yang tergetar,
apakah khabar realiti?
hanya sesekali dia menyapa,
supaya tidak disangka gila,
siapakah dia?
entah mengapa dia bertanya-tanya:
sesuaikah dia jadi tokoh utama?
belum ada yang menjawab,
sementara dalam diam dia berharap,
sebelum kesempatan menguap,
kembali dia tenggelam,
dalam beragam kisah setiap malam,
terbungkus oleh khali,
semoga dia belum lupa,
akan kertas-kertas dan pena,
untuk menulis sendiri semua kisahnya,
dari relung jiwa.
SMAHADZIR
Changlun, Kedah
Ogos 2004
Bintang Jatuh
Debur ombak pecah di buritan kapal,
menggelegar memecah hening malam,
hitam menyelubungi diri, gelap pekat,
seakan-akan mengundang bintang bertandang,
menyodorkan petunjuk pada haluan kapal,
percakapan tanpa kopi pun mengalir,
sekadar berbahagi khabar,
menggulirkan sedikit harapan,
menyingkap rahsia hati, di sini,
di mana percakapan tanpa gangguan teknologi terjadi,
antara aku kamu kita kami,
ditingkahi tawa dan hening,
sungguh kebersamaan yang langka,
berbaring beratapkan langit penuh bintang,
membisikkan ingin kepada bintang jatuh,
wahai bintang,
tolong jaga mereka untukku,
dalam matahari hujan dan gelap malam.
SMAHADZIR
Kuala Kangsar, Perak
September 2004
Mimpi Hari
Jalan kita memang berbeza sayang,
jika engkau berjalan ke utara,
maka aku berjalan ke selatan,
jika engkau bergerak ke barat,
maka aku bergerak ke timur,
memang dunia kita berbeza,
dan akan terus berbeza,
seperti berbezanya helang yang terbang tinggi,
dengan paus di dasar lautan,
berbeza dan tak akan sama,
aku melaju di jalan mimpiku,
yang kadang-kadang terdengar semu,
dan engkau melaju dalam mimpimu,
yang kadang-kadang sendu, kadang-kadang pilu,
aku tahu kau sebahagian dari mimpi-mimpiku,
tapi dirimu hanya sebahagian mimpiku yang terdengar sendu,
tapi malam bukan hanya malam ini,
aku boleh bermimpi lagi,
kubaca saja tiga qul untuk hilangkan engkau dari tidurku,
aku boleh bermimpi lagi, malam ini,
asal kau tahu, bukan tentang bayangmu,
akan tetapi bayang diriku.
SMAHADZIR
Hotel The Zone, Kuala Lumpur
Oktober 2004
Lukisan Senja
Titis aku bertitisan,
hembus aku berhembusan,
ketika kulewati detak,
meranggas ia meninggalkan dewa,
di pinggir pilar ia bersinar comel,
semua berpacu,
semua beradu,
mengejar waktu yang tak pernah berhenti,
di temaram senja telah kulukiskan,
sebuah getar yang berwana jingga,
ketika putaran roda menjelang tiba.
SMAHADZIR
Hotel Midah
November 2004
Kau Nurisya
(Buat anak bongsuku yang terlalu banyak meredam rasa jelu dalam kalbu)
Kepada Azzawajalla;
aku dan isteriku sering meredam denting hujan dalam senyap malam,
yang tak pernah mampu membatasi angan,
tentang ragam renyah anak bongsu kami,
tak pernah habis pula kami hitung tiap bulir waktu,
yang dipenuhi barisan aksara permata anugerah-Mu,
membentuk sebuah narasi tanpa jeda,
dari kasih dan sayang yang kian melangkah,
kian dalam terpatri di dada,
relung hati yang tak mampu membohongi rasa,
semakin menggeliat resah tentang dia,
tak terbersit sekejap saja,
gundah, gulana, nestapa, sengsara jiwa,
sejuta tanya, sejuta pasrah dan sejuta doa,
menusuk dalam benak yang rusuh,
selalu ada bayangnya yang menggelodak,
zuriat itu - Nurisya.
SMAHADZIR
Taman Damai,
Disember 2010
Tak Mungkin Kalah
Sudahkah kau khabarkan pada pualam,
tentang juntai-juntai hujan,
yang perlahan-lahan merenda cerita,
yang membuatmu tak pernah lagi tertawa,
di tengah musim yang mulai melambatkan langkahnya?
Sudahkah kau sampaikan pada ranum cemara,
tentang langit dan seluruh hulubalangnya,
yang tak pernah reda menghadirkan sengketa,
di setiap garis takdir yang kau sebut nazak,
dan kau masih saja meramal?
Sudahkah kau beritakan pada tali pedati,
pada rerumput hijau,
dan pada senja berbadai jingga,
tentang rona yang semakin mengejarmu,
untuk menutup usia,
seperti pujangga yang ketakutan,
dikejar akhir kata-kata?
Aku sudah mendengar khabarmu dari pualam,
cemara, dan tali pedati,
di hujung bukit tempat mereka berada,
kata mereka kebelakangan ini,
kau selalu bercerita hingga larut,
hingga lupa tentang sejarahmu,
tentang apa dan siapa,
berakhir seiring lerainya pendar cahaya.
Maaf sahabat,
aku tak lagi mampu membantumu menisbikan nestapa,
menciptakan anti teori tentang senyawa duka,
aku cuma mampu mengkhabarkan pada mereka,
tentang sahabat yang dengan tergesa-gesa,
pergi ke baka,
nanti, sesampainya di sana,
khabarkan pula padaku tentang neraka.
SMAHADZIR
Hotel Hillcity, Ipoh
Januari 2003
Ketika Aku Menulis Sajak Ini
Ketika aku menulis sajak ini,
sebuah sajak sederhana,
di ambang petang nan temaram,
berteman burung-burung yang pulang,
angin samar menebarkan wangi semilir,
yang sedari tadi pagi mekar,
lewat kucupan kasih kupu-kupu,
yang riang bertandang setagal,
dan telah meninggalkan bulu-bulu halusnya,
di putik-putik yang tergenang madu,
lalu jatuh menitis,
menyemarakkan rasa manis,
pada jejak-jejak yang membisu.
Ketika aku menulis sajak ini,
sebuah sajak sederhana,
di ruas-ruas titian usia,
di sebentang mimpi yang sedang terjaga,
hingga waktu semakin lambat berbincang,
kepada senja yang kian memudar,
kepada langkah yang telah menyimpan bayang-bayang.
SMAHADZIR
Banting, Selangor
Februari 2003
Hujung Pelangi
Aku terbang ke sana?
mencari hujung pelangi,
sendiri, kerana sepi,
ada cinta di hujung pelangi.
Pada jeda ambang sebelum membeku,
kau menggariskan senandung lirih,
terdengar rasa yang jelu yang menandai alpamu,
adalah waktu yang berhembus bisu,
yang kau ingini, barangkali,
tersamar dalam topeng-topeng
tertutup bayang-bayang matahari,
tetap saja mereka menyelinap,
membekap sedihmu yang tak terungkap,
seperti misteri.
SMAHADZIR
Pantai Pengkalan Balak
Mac 2003
Elegi Mimpi
Pernahkah waktu menyampaikan kepadamu,
tentang apa yang telah dititipkan,
oleh sepasang pendar mata,
yang dalam menyiratkan rasa,
rapat tersembunyi di sudut jiwa,
ataukah aku yang semestinya,
pergi membawa mimpi,
bertandang pada putihnya pagi,
dan ikhlas meninggalkanmu dalam lelap,
berselimut bayang-bayang,
di sudut hati.
Pernahkah malam yang khali,
mengajakmu tertawa,
lewat matanya yang kelam menyimpan,
seribu sepi dan nelangsa,
hingga rembulan dan bintang,
meredup tertunduk meratapi segala kedukaan,
ataukah kita lebih baik tersenyum,
menikmati segala keadaan,
sembari menyaksikan butiran embun gugur perlahan,
mengheningkan seribu impian.
SMAHADZIR
Sekincan, Selangor
April 2003
Pada Keheningan
Aku ingin rebah di dada-Mu,
menghirup segar nafas khusyuk-Mu,
mencuri debar ketenangan-Mu,
yang rapi Kau simpan dalam selimut khali,
ada senyum samar, mekar,
di selitan kalam-Mu,
ketika kelopak rembulan ranum berpijar,
ketika putik-putik bintang bersinar berpendar,
jatuh menghujani tubuhku,
sehingga aroma-Mu yang sunyi,
tercium lebih wangi.
Aku juga ingin belajar,
pada hikmat kebesaran-Mu,
pada indah nama-Mu,
selagi purnama belum bertakhta,
selagi gugusan bintang belum meraga,
Kau sambut salam dan percakapan dalam senyap,
kupeluk rintih dan pinta dalam lindap.
Kau, hening, yang merajai dingin,
berjalanlah ke arahku,
aku ingin memaknai semua itu,
sehingga menjadi seperti-Mu:
khusyuk, tenang dan wangi,
dan dari lubuk-Mu mengalir damai.
SMAHADZIR
Behrang, Selangor
Mei 2003
Cemburu
Kau pernah memujanya,
mungkin tanpa kau sedari,
dalam bahasa abstrakmu tak mampu,
kau ingkari kagummu,
danaku hanya terdiam,
menyedari kelumit rasa inginmu,
yang tak mungkin kau rengkuh,
dan aku tak ingin menjadi angin yang membelai,
yang menawarkan pengganti,
harapan dan angan masamu dulu.
Aku ingin kau tahu bahawa kau ada,
aku ingin kau tahu bahawa aku ada,
menelusuri tapak langkahmu,
yang walaupun berhias,
kelopak-kelopak bunga yang menghitam,
tapi tetap aku anyam dan kurangkai,
dalam bejana berhias tanya,
ambil tanganku letakkan di jantungmu,
aku cerminanmu,
dan jangan kau palingkan muka,
ke arah dinding tak bernyawa itu,
sentuh hatiku, seluruh asa putih ini kepunyaanmu.
Aku telah jauh berlari,
memikul cerita penuh coretan,
dan tak hendak berpaling,
tapi langkahku berat menuju ke arahmu ,
walau aku tahu kau di sana menunggu,
hulurkan tanganmu, tangkap asaku,
bawa aku berlari dari bayang semu,
sentakkan hatiku,
jeritkan di relung jantungku,
aku tak mampu menepis ragu ini,
aku terpalung cemburu.
SMAHADZIR
Teluk Intan, Perak
Jun 2003
Sang Malam
Sang malam - hening, senyap,
hanya kidung angin membelai pepohonan rimbun,
sesekali bergoyang,
seolah-olah terbuai lembutnya pawana semilir,
dalam sepimu,
membungkam jiwa-jiwa serakah,
membius hati yang ego,
meredam amarah yang bergejolak,
menyelimuti asa yang terpatri,
merayu si penjaga hari,
untuk melelapkan rasa,
merentas angan sang pemimpi,
dalam senyapmu,
kadang-kadang jadi perantara rindu bagi si penunggu,
inspirasi suci bagi sang pemikir,
dan tak sedikit sang pelipat bersembunyi dalam celahan.
Sang malam - hening, senyap,
menguburkan berjuta lelah,
hanya rembulan yang tetap bersanding,
ketika dakapanmu semakin larut terbenam kesenyapan.
SMAHADZIR
Taiping, Perak
Julai 2003
Untukmu Ibu
Malam yang dingin,
dengan berselimut kesendirian,
aku terjaga menatap langit langit kamarku,
terlintas di benak tubuhmu,
yang selalu menemaniku menjemput pagi,
yang selalu menemaniku menikmati panasnya sinar matahari,
yang selalu menemaniku menyaksikan bulan dan bintang,
dan kembali mengantaraku ke dalam tidur yang panjang,
semua itu kini tak dapat lagi kurasakan,
kerana ketika ini aku jauh darimu,
mekipun sebenarnya aku tak mampu,
namun aku yakin semua itu akan berakhir.
Ibu, aku rindu senyumanmu,
aku rindu kasih sayangmu,
aku rindu belaian lembutmu,
aku rindu akan pelukanmu,
aku ingin kau tahu itu,
ibu, kau selalu ada,
di setiap hembusan nafasku,
di setiap langkah kakiku,
di setiap apa yang aku gapai,
kerana kau begitu bermakna dalam hidupku.
SMAHADZIR
Cheras, Selangor
Ogos 2003
Di Titik Pertemuan
Langkahku berirama menjemput pesan ringkas,
dan sebuah titik pertemuan,
ketika malam masih bercumbu,
dengan kaki lima,
lampu-lampu jalan, genangan hujan,
di sana tercipta kerinduan,
terbingkai rapi dalam jajaran kedai,
dan lalu-lalang kenderaan,
dalam percakapan dan buih-buih minuman,
dan asap yang lelah senada kuhisap,
ingatan tentang kalimat-kalimat,
yang pernah kita bincangkan.
Aku terduduk kemudian,
mencari janji di sebuah titik pertemuan,
menanti langkah yang seirama,
datang dari arah yang berlawanan,
kubaca lagi pesanan ringkasmu,
kaki lima itu masih sama,
seperti pertemuan kita yang pertama,
juga lampu-lampu jalan,
jajaran warung, genangan hujan,
lalu-lalang kenderaan,
dan malam yang serakah mencumbui semuanya,
tapi nafsuku masih sempat lari,
dibawa oleh lantang suara azan,
lalu tiba-tiba kulihat tubuh itu dari pojok,
menuju tepat ke titik pertemuan,
aku kenal siapakah gerangan;
sang penulis pesan,
kusaksikan, dia menunggu,
mundar-mandir mengutuk malam yang sama,
yang pernah mencumbui kita berdua,
dulu, di bawahnya,
ya, dia ada di sana, menunggu,
hingga bayangannya hilang jadi abu,
di depan kasutku,
sambil membaca pesanan ringkasmu,
aku pasti tak ada yang berubah di titik pertemuan itu,
aku tak pernah datang kembali ke sana,
aku tak pernah menemuimu untuk kali keduanya.
SMAHADZIR
MKN, Shah Alam
September 2003
Semalam Dan Esok
Semalam datang selembar hari yang tercatat,
mungkin sudah lama sekali, bukan semalam,
tapi tak apa, tak banyak berbeza,
hanya, ada yang tersekat di antaranya,
mungkin setangkai melati atau segenggam bunga rumput,
besok datang secarik hari yang terlempar,
mungkin sudah berulang kali, bukan sekali ini,
tak apa, tak banyak berbeza,
hanya, ada yang tersekat di antara semalam dan esok,
mungkin matahari akan menyapamu lebih mesra,
mungkin rumput pinggiran kaki akan lebih sering menggodamu,
berbahagialah dengan itu semua.
SMAHADZIR
Skudai, Johor
Oktober 2003
Angananku Hampa
Biarkan terbang angananku,
lintasi indahnya cakerawala,
membelah barisan awan hitam,
yang menggumpal membentuk aral,
menembus angin yang berhembus,
di tepi landang tandus,
mencari dan menggapai asa,
meraih cita-cita yang tertunda,
aku simpan penantian panjang,
dengan segala kenyataannya,
luka yang tergores,
datangkan sejuta pilu,
perih yang menghiris hadirkan tangisan rindu,
tangisku - tangisan seribu rindu,
rintihku - rintihan penuh syahdu,
lupa sudah waktu yang terlewati,
menanti mimpi dalam gelap malam,
menunggu secercah cahaya,
membelai hati yang kosong.
SMAHADZIR
Mersing, Johor
November 2003
Sampah Segala Sumpah
Maka ketika kuucapkan selamat tinggal,
padamu kutanggalkan helai-helai rambut yang memutih,
bukan melati, bukan arca malaikat tanpa hati,
atau kucupan sebilah belati,
akulah manusia,
sementara di tiap-tiap tembok persimpangan,
grafiti nama kita terukir begitu saja,
entah siapa yang jerit,
tiba-tiba serentak semua bergejolak,
meski akhirnya cuma kita yang setia pada derik gerobak,
sampah segala sumpah,
ke mana lagi melarikan mimpi,
mata, hari, hati terlalu gersang,
tong-tong sampah penuh deretan usang,
catatan pelajaran anak-anak kecil bertema keadilan,
entah apa maknanya,
buku harian selalu sejelaga tungku batu bara,
mungkin kita yang masih enggan mengerti,
menggali airmata di pip terlalu tanpa erti,
andai mungkin masih kita punya,
tentang esok, bulan depan,
hari ini lilin belum habis membakar diri,
nanti malam, kita bina lagi mimpi-mimpi,
sambil menghancurkan mimpi semalam,
lusa tak habis kita tangisi,
tapi aku pergi dulu,
jangan menunggu dan mencari,
bila senja aku tak kembali,
tidur dan jelmakan mimpi kita esok hari,
atau mungkin seabad lagi.
SMAHADZIR
Muar, Johor
Disember 2003
Elemen Dalam Duniaku
Hadirmu bagai angin,
yang datang untuk segarkan hari-hariku,
namun datang untuk sekejap saja,
hadirmu bagai air,
datang untuk melegakanku,
lalu kau mengalir kembali dan meninggalkan aku,
hadirmu bagai tanah,
yang menyuburkan ladang keceriaan di hatiku,
kemudian banjir datang dan membawanya pergi,
dan hadirmu bagai api,
yang mencairkan hatiku yang telah membeku,
kemudian hujan datang untuk padamkanmu.
Aku adalah bumi,
dengan kau sebagai elemen,
yang mengisi duniaku.
SMAHADZIR
Batu Pahat, Johor
Januari 2002
Simfoni Tanpa Nada
Beranjak naik,
mengalun kidung,
membebaskan bunyi dari makna,
kemudian jeda sepi,
merambat perlahan
terhenti, hening - riuh kembali,
simfoni beranjak memainkan nada,
terus mengalun tanpa tanya,
tanpa rasa yang jelu,
sampai sebuah ketika,
sang pendengar berseru lirih,
‘kenapa simfonimu tanpa nada?’
SMAHADZIR
Kuala Pilah, Negeri Sembilan
Februari 2002
Sebuah Keindahan
Menari dan tertawa dalam hamparan rumput hijau,
memejamkan mata,
biarkan raga ini bergerak sesuka hati,
angin senja yang menyusun lenggang-lenggok tarian keindahan,
burung senja pula yang menyanyikan lagu tentang keindahan,
damai, sungguh damai,
ketika aku menari bersama senja,
perlahan-lahan aku lelah dengan tarian keindahan,
aku rebahkan tubuh, tenggelam dalam tilam rumput hijau,
dan sejenak aku mengatur nafas,
degupan jantung yang seirama nyanyian keindahan,
aku merasa damai, sedamai mentari pagi,
ketika itulah aku inginkan sebuah masa,
ketika itulah aku inginkan sebuah waktu,
tak ingin sendiri menari dalam sebuah keindahan,
tak ingin sendiri merasakan sebuah keindahan,
aku ingin seseorang tahu keindahan ini,
aku ingin seseorang menari bersamaku dalam keindahan,
namun kuyakinkan diri,
keindahan hadir kala hati risau,
namun kunyatakan diriku,
menari sendiri dalam keindahan itu hanya secubit kebahagiaan,
kembali aku membuka mata,
melihat awan serupa malaikat,
aku hanya mampu tersenyum,
aku hanya mampu menangis bahagia kala merasakan damai,
aku hanya mampu tertawa ketika aku sedar akan kesendirian,
melihat pasangan kupu-kupu pelangi melintasi,
membawa pertanyaan dalam benak,
membuatku iri,
mengindahkan pula perasaan,
masih dalam rebahan tubuhku atas hamparan rumput hijau,
dan aku semakin lelap tertidur dalam keindahan,
perlahan-lahan aku merasakan tangan yang memeluk,
hangat dan membuat jantungku berdegup kencang,
tak sediki tpun aku membuka mata,
dia yang memelukku,
dia yang terbaring di sisiku,
memanggil namaku; ‘Cakerawala,’
samar tapi pasti aku tahu suara itu,
samar tapi pasti aku tahu haruman itu,
samar tapi pasti segera aku membuka mata dan menatap mata indahnya,
kau yang kusebut keindahan, hadir dalam lelapku,
kau yang kusebut cakerawala,
tak ada kesalahan aku ingin membuatmu tersenyum.
SMAHADZIR
Bukit Jugra, Selangor
Mac 2002
Kupu-Kupu Kertas Dan Senja
Berjalan di tepi pantai,
menggengam tangan dengan penuh keyakinan,
ketika itu juga buih putih menyapa,
dan ombak menari dengan indahnya,
burung pantai yang bersautan,
menambah makna akan sebuah kehadiran,
kupu-kupu kertas terbang kian ke mari,
melukiskan sebuah keindahan dalam senyuman,
dan dalam degupan nafas,
aku ada dalam ketegaran langkahmu.
Inikah yang disebut kedamaian,
yang sejak dulu tersayat dan terpuruk atas nama kasih,
inikah sebuah jalan yang indah,
ketika aku kehilangan makna dari sebuah ketegaran,
seketika kita terpejam,
dalam hati ingin berucap seribu kata,
tentang makna kasih,
tentang makna matahari terbenam,
kasih yang terlukis dalam kanvas putih,
merah semerah darah, suci sesuci matahari,
seketika pula badai dan ketakutan datang,
hanya ada kau di samping, dan aku cakerawala,
kucabar badai, kugubah pelangi yang gelap dan ngeri,
menjadi sebuah fajar,
dan kupu-kupu kertas,
menghapus letihmu dengan keindahanku,
hingga kau menemui ketegaran yang diingini,
aku berusaha yang terbaik untukmu.
SMAHADZIR
Bukit Melawati, Selangor
April 2002
Kepada Zulaikha Dan Zuleika Anakku
(dedikasi buat dua puteriku Zulaikha dan Zuleika yang sentiasa menyebarkan senyum keibuan)
Zulaikha dan Zuleika,
kemerduan suara senandung itu mengalun,
setiap malam menjelang dan ambang senja berlalu,
roh dan jiwa kami berbiak cemas-cinta dan tiupan doa di ubun-ubun,
kami ingin redakan kata-kata menjadi bisikan lembut pengantar tidur,
agar pupus isak tangis dalam lelap seiring pupuk subur,
yang kami bacakan dalam lubuk dada,
kami tak hafal tembang purba ini,
hanya larik-larik kata yang kami kais dari ingatan usang,
namun kami tahu engkau mengerti,
betapa kami tak mampu menanggung tangis.
Zulaikha dan Zuleika,
bacalah, seperti kau sibuk mengeja nama-nama benda,
merabai tekstur dan ulir,
menganyam warna dan matra,
bacalah mantera dalam kata-katamu sendiri,
yang kau pinjam dari bahasa langit,
sebagaimana kami mengeja hujan yang mematuk-matuk jendela,
seperti morse isyarat rahsia,
sebab kami tak ingin berhenti inginkan doa darimu,
mengaji setiap helai detik,
yang terjilid rapi dalam kalam indah-Nya.
SMAHADZIR
Taman Damai, Banting
Mei 2010
Citra Tiga Jelitawan
(Buat tiga jelitawan SMSAH – Kak Kiah, Kak Jah dan Kak Maliah yang sering dijuluki panggilan GG oleh Prof Kaswandi)
i
Tiga jelitawan SMSAH ini,
laksana sebungkah kristal biru,
hening dan jernih bercahaya di mercu,
sinarnya memantul bertembang syahdu,
berlepa hukum yang terpatri,
kalau tercampak ke batu,
serpihannya yang runcing umpama sembilu,
tajam menyiat dan menghiris kalbu.
ii
Tiga jelitawan SMSAH ini,
laksana ratna yang bersinar dan berkilau,
cahayanya yang terpancar cukup kemilau,
harganya selembar pulau,
berwajah indah dan memukau,
kudrat terbatas tidak terjangkau,
sekadar meluputkan hasrat yang terpantau.
iii
Tiga jelitawan SMSAH ini,
laksana seungkap rantaian mutiara,
jata tenang, harmoni dan bahagia,
namun dialah penjerut dan pendera,
berlengkar menunggu mangsa,
membelit segala impian dan kata-kata.
iv
Tiga jelitawan SMSAH ini,
adalah seorang isteri dan ibu,
yang teguh berdiri dengan setia membatu,
di kaki seorang lelaki yang keras melulu,
berkawan seribu berkasih satu.
SMAHADZIR
Taman Damai, Banting
Oktober 2010
Tulislah Anakku
Setelah hujan reda,
bersama titis-titis air,
yang jatuh dari dedaunan,
tulislah tentang aku,
yang berdiri mematung di jujuhan hujan,
bukan kerana cerita atau khayalan seketika,
engkau tuliskan tentang aku,
tentang ayahmu seorang pengarang,
yang bernama manusia.
Tulislah anakku,
kerana penamu tergerak,
oleh dalamnya persentuhan kemanusiaan,
dirimu menemuiku dengan kecintaan dan rasa sayang.
Anakku,
tulislah dengan tulus,
kerana sekali tinta tertumpah,
akan membawa sejuta makna untuk dunia,
tulislah untuk wujudkan dunia yang indah dan beradab,
untuk manusia menyemaikan benih-benih persaudaraan yang tulus.
SMAHADZIR
Shah Alam 2010
Apabila Banjir Datang Melanda
(simpatiku sempena banjir yang melanda rakyat negeri Kedah, Perlis dan Kelantan)
Tanpa isyarat tiba-tiba langit bergelora,
tanpa guntur tiba-tiba hujan mendera rasa,
mengganyang bahagia menyubur derita,
menjulang nestapa ke mercu sengsara,
sebak tangis mengiringi suara tanpa kata,
meratapi kehilangan segala harta dan benda,
dan kemusnahan yang tiada tara.
Di ruang pelarian terpapar wajah-wajah haru,
di serata tempat bergelimpang jasad ternakan bertukar biru,
tanaman menjadi rata; ayam itik hilang entah ke mana;
kampung halaman porak peranda; harta benda menjadi sirna;
kini mereka semua terpuruk di dewan-dewan sempit,
menunggu redanya simbahan hujan dan banjir yang menghimpit.
Derita mereka yang kehilangan bahagia,
dalam sekelip mata lenyap segala,
telah tiba kiranya imbalan untuk tangan-tangan berdosa,
yang tamak meratah kekayaan dunia,
tanpa insaf amaran dan firman-Nya,
walau pakaian diri berjubah agama.
Sampai bila pun banjir akan melanda lagi,
derita dan sengsara akan terus menggulat diri,
tanaman dan ternakan akan hilang pergi,
selagi kesedaran dan keinsafan tidak terpatri,
firman dan amaran-Nya dinafi,
terimalah azab balasan yang tidak terperi.
Secebis simpati yang kita hulurkan,
bersama doa yang kita tadahkan,
kepolosan telah tumbuh di medan bantuan,
jangan kita leka mengumpul nama dan sokongan,
sehingga tidak sempat menjulang keikhlasan,
sedang kita asyik menghebahkan pemberian,
di podium riyak dan kebanggaan.
Percayalah, apabila banjir melanda,
akan terbuka sebuah medan simpati sesama manusia,
akan terserlah juga aksi watak-watak utama,
dan badut-badut pelbagai warna pelbagai rupa,
berjubah pura-pura di sebalik agama,
mencari sokongan dan mencari nama,
di mana-mana.
SMAHADZIR
Banting, Selangor
November 2010
Tersimpul Kasih Buat Pertama Kali
(sempena pertama kali menjejakkan kaki di Surakarta)
Desiran berita diterima,
kemelut warna rasa – terpesona,
nalar terus bicara,
enam purnama hanya sementara,
aku diterima sebagai tamu di lembah indah,
tersergam gagah gedung ilmu,
seperkasa mahligai dalam lakaran lipur lara.
Tapak mula melakar,
senyum mula melempar - bersua pertama,
membuah rasa naïf anak sebangsa seagama,
benar madah lama ‘tak kenal maka tak cinta’,
tunas mesra subur tanpa diduga,
kini tapak-tapak telah penuh,
dalam lorong perjalanan,
membedah lautan ilmu,
antara kuliah pembelajaran,
Malim Deman perkasa menawan Puteri Bungsu,
lalai dan lali dalam dakapan si Kembang Cina,
kembali jadi lelaki bila sempadan diri diterjah malu,
sama sikap lelaki dalam Rama,
benturan nilai meledak antara Rama-Rawana,
Sita jadi penentu,
kasih cinta suci sesuci sumpah dewi.
Kerakusan Rawana musnah,
jadilah Ramayana iktibar buat semua,
walau kita berlainan percaya,
iktibar terus menjalar lebar,
Pandawa dan Korawa - dua sosok diri manusia,
berlainan rona dan cita,
medan Kurukshetra jadi tanda,
Krishna memacu kuda,
kualiti dan kuantiti,
menjadi pemisah antara dua.
Kekuatan akal budi,
menjadi lilitan ampuh,
Pandawa berjaya merungkai kemelut penyakit jiwa saudara,
bahagia di akhir menjadi bunga iktibar kehidupan.
Bahagia seindah kuntum cinta,
antara Inu Galuh - dua sosok tegar memagar cinta,
merentas benteng halangan,
cinta kepada negara,
kekuatan akal budi dilakar perkasa,
tokoh Tuah seorang wira,
‘takkan Melayu hilang di dunia!’,
sumpah taat setia,
sumpah menjunjung maruah bangsa,
melakar indah mempesona,
menjalin benang percaya,
dalam bundelan warkah lama,
Sastera Hikayat, Sastera Sejarah,
menyatu namun arah berbeza.
Tapak-tapak sampai di penghujung,
semoga dalam warkah lama - bersua lagi,
untuk kita mengenal diri,
menghirup madu warisan,
yang menghidup rongga fikir bangsa.
SMAHADZIR
KEMUDI
2 Mei 2009
Tanah Ini Warisan Kita
Hitam putih warna sejarah silam kala terjarah,
kejap dalam belenggu hitam durja seribu gundah,
kita terhina sujud di bawah telunjuk serakah,
maruah lenyap terpanar di henyak kaki penjajah.
Lorong waktu membiak tunas insaf seluruh warga,
musibah lalu jangan lagi meragut sejahtera wangsa,
tanah ini warisan kita pesaka warisan pejuang,
dari darah, dari keringat dan semangat menjulang,
bangsa Melayu, bangsa peneraju mewangi seribu restu,
melimpah sejuta anugerah dari rahmat teguh bersatu,
menjulang wawasan gemilang ke puncak persada mercu,
membias bayu kecundang jelmaan cemburu sejuta seteru,
anak-anak Melayu tercinta,
hulurkan tangan memalu genta kelangsungan merdeka,
rapatkan barisan keramat berbekal azimat muafakat,
teguhkan tunjang kuasa wibawa presiden di puncak utama,
lenyapkan suara-suara angkuh rusuh dengan minda yang ampuh.
Tanah ini warisan kita, pewaris pejuang bangsa,
tempat bermula dan berakhir,
di sini setia terukir, cinta pertama dan terakhir!
Alaf ini tempoh memacu asmara cinta berahi bumi pertiwi,
membilas noda hitam dari kemelut sengketa selisih semalam,
muhibah rimbun, mesra anggun, menghijau santun,
tanah ini rumah terbaik, takhta tonggak tercantik,
di sini arena perjuangan bangsa terdidik,
bersama mengorak langkah, berkongsi arah membina tugu terindah,
sahutlah gemersik suara merdangga seruan perjuangan,
panji kebebasan biar lestari kukuh dalam genggaman,
tanah ini milik hakiki zaman berzaman,
jangan sampai berulang lagi diulet kehinaan.
Kita bukan tidak pernah berada di puncak,
tetapi kita kehilangan rentak di tengah pencak,
melerai simpul perjuangan atas desak kehendak,
merungkai ikatan takzim di pangkal riak membuak.
padahnya kita bakal kehilangan tonggak,
runtuh gah peradaban dibaur kental gejolak ahmak.
tanah ini warisan kita, pewaris pejuang bangsa,
tempat bermula dan berakhir,
di sini setia terukir, cinta pertama dan terakhir!
ini darah kita, nafas kita, roh dan jiwa generasi merdeka,
tonggak ini maruah kita, citra kita, martabat daulat perkasa,
kesatuan ini wadah wacana hitam putih katalis wibawa,
tanah ini warisan kita, tempat bermula dan berakhir,
biar luluh jiwa raga, darah setia tetap mengalir,
di sini setia terukir, cinta pertama dan terakhir,
biar sampai nadi terakhir, janji ini tiada mungkir.
SMAHADZIR
Bukit Hijau, Baling, Kedah
12 Mei 2010